SENGKETA PEMILU (UPAYA HUKUM  ATAU POLITIK)

 SENGKETA PEMILU (UPAYA HUKUM  ATAU POLITIK)

Pdt. Dr. Marudut P. Silitonga, STh, SH, MH. (Pendeta HKBP dan Pemerhati Hukum)

Pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan sekali dalam lima tahun, menyelenggarakan pemilihan Presiden dan wakil Presiden serta pemilihan legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (pasal 22E ayat (2) UUD‘1945). Dalam pelaksanaan pemilu diserahkan kepada suatu badan untuk menyelenggarakan pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (pasal 22E ayat (5) UUD’1945). Dalam penyelenggaraan pemilu KPU dibantu oleh badan-badan lain dalam pelaksanaannya yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tugas penyelenggara pemilu ini adalah untuk melaksanakan asas pemilu yang jujur dan adil. Tugas, fungsi dan kewenangan organ ini tertuang di Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum  .

Dalam proses pemilu tidak terlepas dari masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta pemilu dan penyelenggara pemilu. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut maka UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu di Buku Keempat  telah mempersiapkan apabila ada sengketa pemilu dari tingkat daerah hingga tingkat pusat. Penyelesaian sengketa dalam undang-undang itu merupakan penyelesaian sengketa secara hukum yang mempunyai tahapan-tahapannya. Penyelesaian sengketa tingkat akhir terhadap perselisihan hasil pemilu diberi kewenangan kepada Mahkmah Konstitusi. Dalam hal penyelesaian sengketa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di MK paling lambat  14 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (pasal 78 huruf a UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi). Untuk pemilihan DPR, DPD dan DPRD putusan paling lambat 30 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (pasal 78 huruf b UU No. 24 tahun 2003). Putusan Mahkmah Konstitusi bersifat final dan mengikat dan berkekuatan hukum, maka tidak ada lagi upaya hukum setelah putusan MK. Dari sisi waktu penyelesaian sengketa pemilu sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak memerlukan waktu yang lama, hal ini sesuai dengan asas peradilan cepat, mudah, berbiaya murah. Perlu diingat bahwa hakim dalam membuat putusannya tidak boleh dalam tekanan, karena hakim harus tidak berpihak kepada pihak yang bersengketa. Hakim juga tidak boleh dipengaruhi oleh tekanan masyarakat banyak dalam membuat putusannya.

Belakangan ini ada upaya untuk menyelesaikan sengketa pemilu melalui jalur politik, dengan menggunakan hak politik dari kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat, yakni hak angket yang diberikan oleh konstitusi pasal 20A ayat (2) UUD’1945. Adapun Hak angket menurut UU No. 17  tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD, DPRD (MD3) pasal 79 ayat (3), yaitu melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, hak angket harus melalui tahapan-tahapan yang dilalui yaitu : 1. Minimal 25 orang anggota DPR yang lebih dari satu fraksi mengajukan hak angket kepada Pimpinan DPR; 2. Usul hak angket harus mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota DPR dan  keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir; 3. Bila hak angket di setujui oleh Rapat Paripurna DPR, maka DPR membentuk panitia khusus. Panitia khusus Hak Angket ini melakukan memintah keterangan pemerintah, dapat meminta keterangan dari saksi, pakar, organisasi, profesi, dan/atau pihak terkait lainnya. Panitia Hak angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat Paripurna DPR paling lama 60 (enam puluh) Hari sejak dibentuknya hak angket; 4. Apabila rapat paripurna memutuskan bahwa pelaksanaaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat, berbangsa, dan  bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat (lih. psl. 199-208 UU. 17 tahun 2014 tentang MD3).

Kedua upaya, hukum dan politik, diberikan konstitusi untuk menyelesaikan sengketa pemilu dengan tahapan-tahapan yang jelas dalam undang-undang yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang. Tahapan-tahapan itu ada yang lama dan singkat, juga yang butuh biaya ringan atau banyak. Namun yang terpenting dalam tujuan itu ada tiga hal yang harus diingat yaitu makna keadilan, kepastian dan kemanfaatannya kepada masyarakat banyak, agar tidak ada gejolak-gejolak yang merugikan bangsa dan negara.

Related post