Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Merespons Dinamika Zaman (Bagian 3)

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit
Memaknai Mimpi Pertumbuhan Ekonomi Dengan Roh Keberanian
Menyuarakan perubahan ke arah dunia yang lebih baik adalah cita-cita kemanusiaan yang indah. Hal yang selalu mengusik dan mendorong untuk bersuara lantang adalah soal ketidakadilan, politik, ekonomi termasuk soal ketidakadilan lingkungan. Adalah hak warga yang memiliki hak bersuara atas segala ketidakberesan di negaranya. Begitu juga para pemimpin di negeri ini mau membuka diri, mendengarkan dan memperbarui akal budi, sehingga dapat menjadi pemimpin yang lebih baik. Tanda orang memperbarui diri, “mau belajar dan diajar”. Tidak hanya melalui pendidikan formal di sekolah atau kampus, tetapi juga melalui “sekolah kehidupan” ketika kita berinteraksi dengan sesama di mana pun kita berada. “Besi menajamkan besi”, orang menajamkan sesamanya” (Amsal 27:17) Proses ini tidak mengenal batasan usia dan waktu. Hidup yang mulia adalah hidup yang bersedia berjuang dan berdedikasi. Berjuang untuk melawan kuasa tiran, berjuang untuk menegakkan prinsip-prinsip kehidupan yang sesuai ajaran agama dan sejalan dengan hukum yang berlaku. Agama-agama mengajarkan kepada kita mesti menaati aturan dalam rangka kita mencapai sesuatu. Tidak ada jalan pintas. Ada proses, ada “protap” (prosedure tetap), ada “sisdur” (sistem dan prosedure) yang mesti ditempuh. Organisasi/ pemerintahan yang teratur punya peraturan. Demikian pula pemimpin yang teratur tunduk pada peraturan organisasi atau peraturan pemerintahan negara. Sebaliknya, pemimpin yang tidak teratur biasanya suka atur-atur peraturan.
Seseorang tak bisa ujug-ujug naik ke puncak kekuasaan tanpa mau berjuang dengan fair. Ada prinsip-prinsip, ada ideologi, ada etik dan moral serta ada kepantasan. Ijazah atau gelar akademik apa pun tak boleh dibeli, itu harus melalui perjuangan intelektual.
Dalam ” KhotbahNya Di Bukit”, Tuhan Yesus mengatakan, “keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Matius 7:5), maka cahaya Tuhan menerangi jiwa kita dengan kehangatan dan kegembiraan. Saat kita berani mengambil bagian dalam proses kehidupan yang menakjubkan, maka kita memperoleh rasa yang lebih dalam akan hubungan rohani dengan Penciptanya.
Lebih lanjut,Tuhan Yesus mengajarkan kepada muridNya tentang nilai-nilai kehidupan yang sesuai dengan prinsip Kerajaan Allah. Antara lain, pentingnya tindakan dan perbuatan yang tulus dan kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.
Pemimpin hidup dengan spirit ugahari, kesahajaan. Bertanggung jawab, berintegritas atau jujur, dan tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan.
Kehadiran pemimpin seperti itu, akan menjadi alat Tuhan untuk memberikan kedamaian, kesejahteraan, dan sukacita bagi banyak orang.
Ini sangat penting kita pahami, karena fakta yang kita hadapi saat ini adalah banyaknya orang yang “saling menyalahkan” atas sebuah kegagalan dalam mengambil keputusan.
Memang tidak mudah mengakui keputusan yang buruk, kompetensi yang lemah, ketidaktahuan teknologi dan upaya menghadirkan iklim ramah investasi di sektor industri agar investor asing tertarik menanamkan modalnya di Indonesia, tetapi terhambat karena adanya ketidakpastian hukum di negeri ini.
Alih-alih adanya kepastian hukum di sektor industri, daya beli masyarakat yang melemah diperparah oleh munculnya premanisme berperilaku liar yang menyulitkan pengusaha menjalankan bisnisnya.
Pada dasarnya, ajaran agama tentang akhlak dan moral secara substantif telah terdapat dalam diri manusia untuk bisa mengetahui dan membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Tuhan Yesus mengajarkan kita membangun kepribadian dan kehidupan melalui karakter dan perilaku yang benar, yaitu rajin bekerja, hidup bersahaja dan berhemat, mensyukuri berkat yang ada, serta percaya kepada pemeliharaan Allah dalam kehidupan orang percaya. Selayaknya kita menjauhkan diri dari perilaku yang cinta uang dan nafsu ingin kaya melalui jalan yang tidak benar yakni jauh dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Lingkaran setan kemiskinan dan kesenjangan harus diputus serta menghapus diskriminasi dan memerdekakan masyarakat dari aneka jenis perbudakan, seperti pekerja migran ilegal di negeri orang. Tindakan saling menyalahkan, dan tidak bertangggung jawab menjadi laku hidup yang harus diubah. Sebab itu, “Berubahlah oleh pembaruan budimu” (Roma 12: 12b). Bahkan, selama hidup terus melakukan pembaruan diri: Ecclesia Reformata, Semper Reformanda .Itulah ajaran bijak yang diperintahkan Tuhan kepada umatNya. “Ajaran orang bijak adalah sumber kehidupan, sehingga orang terhindar dari jerat-jerat maut” (Amsal 13:14)
Terlalu sering, ketika hal buruk menimpa kita, dan kita merasa gagal, kita ingin menyalahkan seseorang. Tanpa kita sadari membuat orang lain terluka. Padahal, semestinya yang perlu kita lakukan adalah bertanggung-jawab serta berupaya untuk mencari solusinya.
Ibaratnya ada kesalahan prediksi yang memicu gelombang besar yang mengancam pertumbuhan ekonomi, kemudian yang terjadi adalah saling menyalahkan atau mencari kambing hitam.
Sama, seperti Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka saling menyalahkan dan tidak ingin bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan Sebaliknya, menyalahkan _ular_, bahkan tersirat menyalahkan Tuhan (Kej.3:12-13). Penghakiman TUHAN terhadap Adam terfokus pada pekerjaannya yang kian sulit “dengan susah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu” (Kej. 3:17 b). Sedangkan penghakiman terhadap Hawa, terfokus pada kemampuan feminimnya yang unik untuk melahirkan dan hubungannya dengan Adam.
Hidup ini adalah pilihan. Life is choice! Kita tidak boleh abu-abu. Apalagi yang berhubungan dengan kebenaran. Hidup sebagai anak-anak terang harus berbuahkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran. Sebagai anak terang, menjadi laku hidup keteladanan yang mencerahkan, bersandar pada cahaya wajah Tuhan yang selalu menyinari orang percaya (Mazmur 4:1-9). Hidup yang seturut dengan kehendak Allah, agar hidup kita _diubah_ menjadi berkat.
Dalam situasi seperti ini, kita belajar dari teladan Daniel, yang disuruh memaknai mimpi raja Nebukadnezar (Daniel 2: 1- 49).
Tersebutlah kisah Daniel salah seorang yang terbuang ke Babel dari tengah umat Israel merasa tidak tega melihat raja Nebukadnezar hendak membunuh orang-orang di Babel. Maka raja menjadi sangat geram dan murka karena hal itu, lalu dititahkannyalah untuk melenyapkan semua orang bijaksana di Babel. (Daniel 2:12).
Penyebabnya adalah karena tak ada seorangpun baik orang bijaksana, orang berilmu,ahli jampi maupun ahli nujum yang dapat memberi makna mimpinya raja Nebukadnezar. Iapun marah dan kesal sehingga ia merencanakan untuk membunuh semua penduduk di Babel, termasuk tiga teman Daniel yang sedang terbuang di Babel yakni Sadrakh, Mesakh dan Abednego terancam dibunuh. Karena, ketiganya menolak dengan tegas perintah raja untuk menyembah patung berhala dan dengan tegas pula mereka menyembah TUHAN demi kebenaran. Mereka tidak takut dengan resiko yang akan mereka tanggung, yaitu di hukum mati dan di lempar ke liang api yang menyala-nyala.
Karena Daniel pun merasa bahwa ia juga pasti akan turut dibunuh, maka Danielpun berusaha untuk memberi makna mimpi raja. Maka Daniel menghadap raja dan meminta kepadanya, supaya ia diberi waktu untuk memberitahukan makna itu kepada raja (12).
Bertanyalah raja kepada Daniel yang namanya Beltsazar: “Sanggupkah engkau memberitahukan kepadaku mimpi yang telah kulihat itu dengan maknanya juga?”
Daniel menjawab, katanya kepada raja: “Rahasia, yang ditanyakan tuanku raja, tidaklah dapat diberitahukan kepada raja oleh orang bijaksana, ahli jampi, orang berilmu atau ahli nujum.
Tetapi di sorga ada Allah yang menyingkapkan rahasia-rahasia; Ia telah memberitahukan kepada tuanku raja Nebukadnezar apa yang akan terjadi pada hari-hari yang akan datang. Mimpi dan penglihatan-penglihatan yang tuanku lihat di tempat tidur ialah ini (26-28).
Daniel menjelaskan kepada raja Nebukadnezar bahwa patung itu melambangkan kerajaan-kerajaan yang akan datang, dan kerajaan Allah akan menghancurkan dan menggantikan semua kerajaan tersebut.
Nah, setelah Daniel selesai memberi penjelasan makna mimpi kepada raja, maka rajapun menyadari bahwa Allah Daniel adalah Allah yang sejati, yang memiliki kekuasaan atas segala ilah dan raja.
Raja Nebukadnezar menunjukkan pengakuannya terhadap Allah yang memberikan penyingkapan rahasia itu kepada Daniel, dan mengakui kekuasaan Allah di atas segala ilah dan raja.
” Atas permintaan Daniel, raja menyerahkan pemerintahan wilayah Babel itu kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego, sedang Daniel sendiri tinggal di istana raja” (Daniel 2:49)
Karena itu, milikilah Roh Keberanian. “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” (2 Timotius 1:7).
Sebagai orang beriman kita terpanggil untuk menjadi terang yang berani berkata, Ya jika ya dan Tidak jika tidak. “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu” (Keluaran 20:16) sebagaimana Hukum Taurat kesembilan.
Demikian juga bangsa ini, jika kita (politisi, cendekiawan, akademisi, budayawan dan rohaniawan) diminta untuk memaknai mimpi atau visi pemerintah dewasa ini, kita harus berani mengungkapkannya, jangan berdusta maka itu juga bagian rasa takut kepada Allah.
Era digital dan disrupsi teknologi menuntut Indonesia untuk bertransformasi dari bangsa konsumen menjadi bangsa inovator jika ingin mimpi Indonesia Emas terwujud Tahun 2045. Sayangnya, dalam Global Innovation Index 2024, Indonesia masih tertinggal di posisi ke-87 jauh dibawah negara tetangga seperti Malaysia (33) dan Thailand (43).
Untuk itu, agenda transformasi pendidikan dan pelatihan menuju literasi STEM (science, technology, inqineering, math) dan kewirausahaan perlu diprioritaskan.
Perlu dicatat sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)menciptakan 97 persen lapangan kerja di Indonesia. Menggerakkan 60 persen PDB, serta berkontribusi terhadap ekspor berkisar 20-30 persen. Yang menarik, 50-60 persen dari sektor UMKM digerakkan oleh kaum perempuan. UMKM diharapkan harus naik kelas menjadi perusahaan besar sehingga ke depannya ekonomi kita akan jauh lebih kuat.
Sebagian masyarakat terobsesi dengan godaan lapangan pekerjaan di negara tetangga mereka pun menjadi pekerja migran mengadu nasib di sana. Amarah, kekhawatiran dan kegelisahan hingga putus asa membayangi karena kualitas hidup tidak kunjung membaik. Pada akhirnya mereka menumpahkan keresahan mereka melalui aksi jalanan atau berkicau di jagat maya atau media sosial (medsos). Ini tentu akan membangun awareness pada warga atas segala ketidakberesan yang terjadi di negaranya. Sudah saatnya negara berpindah dari paradigma pengawasan menuju paradigma perlindungan.
Ocehan yang kerap menyebut Indonesia sebagai “negara surga bagi koruptor” bisa jadi kenyataan. Nyatanya, para pencuri uang rakyat itu masih mendapat berbagai “keistimewaan”, dari remisi, pembebasan bersyarat hingga grasi.
Terinspirasi dari pergolakan intelektual dari Jean Jacques Rousseau yakni Amour propre konsep tentang “Cinta diri” mengejawantah dalam praktik bernegara yang makin masif dan menggila. Para elite,pejabat diperbudak oleh harta kekayaan, kedudukan, _tanpa malu-malu_ berinisitif korupsi hanya demi tidak lengser dari kumpulan kaum elite. Awalnya, gencar mengecam KKN,kemudian setelah berkuasa,alih-alih KKN diberantas malah ikut jadi pelaku dan menyuburkannya. Demokrasi yang sejatinya diperuntukkan untuk demos (seluruh rakyat), tetapi kenyataannya hanya diperuntukkan bagi elite yang cinta diri.
Bung Hatta,cendekiawan bangsa ini berpesan, bahwa kaum intelektual harus memastikan untuk membangun negeri ini, dengan rasa keadilan dan rasa tanggung jawab sertag _keberanian_ dalam menghadapi segala kesukaran dan tantangan masa depan. Dengan realitas kondisi akhir-akhir ini di tengah berbagai persoalan struktural dan fundamental penyelenggara negara dan masyarakatnya harus bersuara, hadir dan berkontribusi.
Ketika pelayanan dasar tidak merata, ketimpangan akan terus terjadi bisa jadi diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Banyak pemimpin memperkaya diri membuat Buya Ahmad Syafii Maarif sudah sejak awal reformasi menyimpulkan tumbuhnya gejala “politik sebagai mata pencarian”
Stigma ini mengakar kuat di masyarakat di mana Politik, kata Buya Syafiii, menjadi mata pencarian dengan menerabas jalan pintas. Akhirnya, panggung politik dikuasai mereka yang bermental preman tanpa ideologi kecuali premanisme.
Dua dekade silam, Romo Frans Magnis Suseno sudah mengingatkan, “negeri kita memerlukan pemimpin yang dipercaya, jujur, berani, memberi perspektif ke masa depan, dan dapat menyalakan harapan rakyat di saat keputusasaan.
Oleh karena itu, kita mengetuk nurani Presiden, para Menteri dan pada mereka yang diberi amanah sebagai penyelenggara negara, bukan hanya menebas cabang-cabang kejahatan (the branches of evil) melainkan juga berani menebas akar kejahatan (the roof of evil). Cara yang efektif tidak melalui pidato besar atau “omon-omon” tetapi dengan keteladanan dan aksi nyata.
Untuk merespons dinamika zaman,pemerintah Indonesia dapat memperkuat pijakannya menjadi pengelola yang tangguh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menghadapi eskalasi global.
Pertama, pemerintah harus menguatkan bauran kebijakan ekonomi nasional, berorientasi pada kemudahan investasi padat karya. Sebab, invetasi padat karya memiliki dampak lanjutan besar dalam penciptaan lapangan kerja.
Kedua, pemerintah harus mengurangi ekonomi biaya tinggi. Hal ini tampak dari incremental capital output ratio (ICOR) yang tinggi saat ini di kisaran 6 persen akibat pungutan liar dan gangguan keamanan berbagai aksi premanisme.
Ketiga, memberantas korupsi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Lebih ironis lagi korupsi dilakukan aparat penegak hukum, seperti suap hakim sering terjadi. Tidak ada negara yang korupsinya tinggi, pertumbuhan ekonominya juga tinggi.
Keempat, menjaga konsistensi kebijakan aturan impor dan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), untuk membangun fondasi industri nasional yang kokoh dan mandiri. Konsistensi penting untuk menciptakan kepercayaan dan perspektif pelaku usaha.
Kelima, menghindari skenario pencetakan Utang baru atau ekspansi defisit APBN, di tengah tren suku bunga tinggi yang bisa memperparah beban bunga. Tidak hanya mencakup pembiayaan kembali (refinancing risk), tetapi juga eksposur nilai tukar (currency missmatch) dan biaya punjaman (borrowing cost) yang lebih tinggi.