Rumah Melintas Zaman Sebagai Tempat Berlindung yang Membahagiakan (Bagian 2)

 Rumah Melintas Zaman Sebagai Tempat Berlindung yang Membahagiakan (Bagian 2)

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit.

Pembentukan Karakter Berawal Dari Rumah

Rumah dalam sejarahnya berfungsi melindungi penghuninya dari alam (hujan, panas) dan serangan binatang buas dan makhluk lainnya, perwujudan dan cara berpikir manusia bertahan hidup. Serta tempat berteduh yang dalam perkembangannya mendefinisikan keluarga. Fungsi itu secara substansial sama yakni ” tempat berlindung” seperti mengatasi persoalan kejiwaan saat peralihan dari kanak-kanak, remaja menuju dewasa yang kerap memunculkan kegalauan, berkelindan dengan krisis identitas.

Secara konseptual, rumah merupakan kebutuhan individu untuk mendatangkan kebaikan melalui pendidikan dan pengajaran dalam keluarga. Anak-anak mendengarkan didikan ayahnya dan tidak menyia-nyiakan ajaran ibunya sehingga anak menjadi bijak, dan akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN (Amsal 1: 8;2:5;19:20, Mazmur 25:14). Timotius telah diajar mengenal firman Tuhan sejak kecil dari rumah, yaitu dari ibunya Eunike dan neneknya Lois (2 Tim.3:14-15) juga dari didikan Rasul Paulus (2 Tim. 3:10). Dari rumahlah tertempa Timotius sehingga jiwanya “diairi” dan “disinari” menjadikannya pelayan Tuhan yang memiliki ” iman yang tulus ikhlas” (2Tim.1:5) yang tetap kuat meski menderita sengsara dalam pelayanan (2 Tim.3:11).

Pada dasarnya, manusia secara alamiah dilahirkan baik adanya

Pada dasarnya,manusia secara alamiah dilahirkan baik adanya. Memberi kebahagiaan kepada orang lain adalah ungkapan iman karena “terlebih bahagia, memberi daripada menerima”. Karena itu, “the power of giving” itu perlu dikuatkan untuk membuka pikiran kita untuk membahagiakan dengan terus menumbuhkan kasih persaudaraan. Dalam kondisi seperti ini mata batin kita tidak boleh teracuni oleh ulah yang keluar dari asas kepatutan, kesantunan, dan kearifan kultural.

Kita terganggu oleh video viral penganiayaan yang ramai diberitakan media massa akhir-akhir ini. Kasus  penganiayaan oleh MDS (20), salah seorang anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dengan korban DO (17), dan AG (15), remaja perempuan merupakan mantan pacar DO yang menjadi sorotan publik  karena berkonflik dengan hukum. Penganiayaan terhadap DO terjadi di Jakarta Selatan,Senin (20/2/2023). Kasus penganiayaan MDS (20) belum usai diadili, kini muncul kasus penganiayaan AH (19) terhadap KA. AH anak pejabat Polda Sumatera Utara punya benang merah, terbongkarnya dugaan kejahatan sang ayah di balik kasus ini.

Kedua kisah orang tua tersebut diatas, sama-sama memiliki mobil Jeep Rubicon dan sepeda motor Harley Davidson yang suka pamer di media sosialnya, dan harta tersebut tidak dilaporkan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), termasuk rumah mewah yang mereka miliki. Ada indikasi tindak pidana pencucian uang dari kedua kasus diatas. Arogansi dan hedonisme keluarga pejabat mewarnai kejahatan di baliknya. 

Kita tak bisa memungkiri bahwa angle negatif nya berawal dari rumah dan lingkungan sosial. Para orang tua harus memberi contoh dan praktik mengenai kebajikan, kejujuran, sikap adil dan memenuhi tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Kemampuan menahan diri untuk tidak pamer harta, bermewah-mewah, boleh jadi memang perlu diingatkan dan diajarkan di negeri ini, mulai dari rumah, hingga kemudian di sekolah-sekolah agar tidak semakin menjalar kemana-mana dan menjadi kebiasaan banyak orang. 

Bahaya tersembunyi pamer harta itu  menambah kompleksitas persoalan dalam berbagai bentuk dan tingkat kerumitannya yang harus diperbaiki

Bahaya tersembunyi pamer harta itu  menambah kompleksitas persoalan dalam berbagai bentuk dan tingkat kerumitannya yang harus diperbaiki. Disinilah pentingnya pembelajaran etika dan moral perlu dilakukan terus- menerus untuk meningkatkan kekuatan dan ketajaman suara hati kita. Doa dan seruan kepada Tuhan dan mendekat lkepadaNya adalah kunci iman untuk membuka perbendaharaan surga dan menerima pendidikan ilahi. “Hanya dekat Allah saja aku tenang, darpadaNyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah” (Mazmur 62:2-3). Di rumahlah kita bergembira merayakan kehidupan musafir di dunia ini, dengan membangkitkan dan mengasah hati nurani sehingga mendapat cahaya ilahi yang dibangun di atas Kristus. Pencaharian cahaya keilahian yang transenden dimaknai sebagai jalan asketisme (kesederhanaan) pembinaan akhlak mulia yang berkonfrontasi dengan nafsu-nafsu duniawi.

Dunia digital, yakni media sosial (medsos) telah membuat dunia yang kita jalani mencuri kebahagiaan itu

Ada kecenderungan anak-anak sekarang tingkat narsisnya tinggi karena terlalu banyak diasuh internet di rumah. Internet mengubah segalanya. Orang cukup bahagia dicekoki oleh layar digital dalam kontent untuk berbagai platform terperangkap dalamabirin teknologi informasi. Hidup yang diperantarai internet akan berbeda karakteristiknya dengan hidup sebelum masa internet mendominasi kehidupan kita.

Kasus seperti ini tidak berkurang, malah kian merajalela. Keberadaannya dapat kita rasakan, dimana keganasan kekerasan di antara kaum muda terus terjadi. Berulang kali publik dikejutkan dengan tawuran, pengeroyokan, penculikan dan pembunuhan dengan pelaku serta korban sama-sama belia.

Praktik hidup melalui kehadiran kita di tengah komunitas dapat didefenisikan sebagai inner circle dalam lingkup pertemanan akan mempengaruhi hidup

Allah sudah memilih dan menetapkan kita sebagai komunitas kasih dan damai. Hidup dalam heterogenitas/ kemajemukan dalam ruang bersama yang menjungjung kerukunan bertetangga untuk saling respek, menumbuhkan toleransi, dan soliditas sosial untuk memperkokoh persatuan. 

(Bersambung)

Related post