Menjadi Karakter Sang Raja

 Menjadi Karakter Sang Raja

Pdt. Sri Dewi Panjaitan

Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda. Zakharia 9:9

Saat saya menonton pertandingan sepak bola di TV saya melihat dan mendengarkan sorakan ketika salah satu dari tim yang sedang bertanding berhasil meng-golkan bolanya di gawang lawan. Ada dua jenis sorakan yang dapat saya amati; yang pertama sorakan kegembiraan oleh pendukung team yang berhasil menggolkan bola dan  yang kedua sorakan kekecewaan dari pendukung yang gawaknya kebobolan. Jadi dapat diartikan bahwa bersorak-sorak adalah ungkapan rasa bahagia dan syukur atau kekecewaan atas suatu peristiwa atau sesuatu yang kita dapatkan. Dalam renungan hari ini bersorak seperti apa yang hendak diserukan oleh putri Sion yang diminta oleh nabi Zakharia? Untuk menjawab itu mari kita pelajari dulu keadaan yang terjadi Ketika nabi Zakharia menyampaikan Firman ini.

Sahabat Kairos, Masyarakat Yahudi dalam bacaan hari ini mengalami kekerasan demi kekerasan akibat konflik berkepanjangan antara Yahudi dan Samaria. Mereka menghadapi ketidak adilan dan tekanan sehingga mereka berharap datangnya sang raja adil yang membawa damai. Di tengah pengharapan seperti itulah nabi Zakharia memberitakan rekonsiliasi, perdamaian dan pengharapan yang membangkitkan semangat hidup yang patah. Zakharia mengajak umat bersemangat dan bersukacita bahkan bersorak-sorak menyambut datangnya raja baru yang dihadirkan ALLAH di tengah-tengah Yerusalem/Israel. Sang Raja baru ini bukanlah sosok pahlawan perang yang seram, yang memakai kekuatan dan senjata perang untuk menghancurkan musuh. TUHAN menghadirkan sosok raja yang lemah lembut, rendah hati dan membawa damai. Ia tidak diiringi pasukan tentara yang membuat banyak orang takut melihatnya. Kehadirannya jauh dari simbol-simbol kekuasaan yang menindas. Ia tidak mengendarai kuda perang yang kuat dan perkasa, kendaraannya adalah seekor keledai beban yang muda. Ia adalah pemimpin yang mengakhiri perseturuan dengan jalan kerendahan hati, kelemahlembutan dan pengampunan.

Siapakah yang dinubuatankan nabi Zakharia itu? Dia adalah Tuhan Yesus. Yesus yang megendarai keledai memasuki Yerusalem di mana orang banyak menyambut-Nya dan berseru, “Hosana! Dia adalah Raja yang mengambil inisiatif sendiri untuk datang karena kasih-Nya. Allah tahu keadaan umat-Nya. Ia peduli pada umatNya. Kenyataan inilah yang boleh meneguhkan kita untuk tetap beriman teguh kepadaNya. Perlu kita resapkan dalam hati bahwa Tuhan mengetahui setiap detil kehidupan kita, khususnya keadaan kita yang tidak dapat lepas dari kuasa maut karena dosa-dosa kita. Ia tahu yang terbaik dalam hidup kita. Dan, lebih dari itu, Ia menghendaki agar kita selamat dan hidup dalam pemeliharaan-Nya. Itu sebabnya tidak ada kata ‘putus asa’ dalam kamus orang yang percaya kepada Tuhan. Tuhan memberi kesempatan kepada kita bersukacita meskipun gelombang terkadang menghadang. Dengan demikian sorak-sorak yang diminta oleh Zakharia adalah sorak-sorak kebahagiaan, Kemenangan dan bukan kekecewaan.

Kita bersorak-sorak karena karekter Raja yang adil, yang menyelamatkan, dan yang lemah lembut itu telah hadir dalam diri Tuhan Yesus, yang menyelamatkan umat manusia. Dia Berbeda dengan penguasa dunia yang dengan mudah mengorbankan orang lain untuk ‘menyelamatkan’ dirinya. Raja itu juga lemah lembut, sesuatu yang bertolak belakang dengan keangkuhan manusia. Raja atau penguasa dunia biasanya menghiasi kepemimpinannya dan ‘wibawanya’ identik dengan ‘sedikit seram’ dan ditakuti. Berbeda dengan Yesus sang Raja itu, yang lemah-lembut bahkan anak kecilpun dilayakkan memperoleh berkatNya yang artinya dia Allah yang tidak memandang bulu. Namun, untuk dapat bersorak dalam kemenangan yang dibawa oleh Yesus Kristus, kita juga harus memiliki karakter Sang raja itu, yaitu pembawa damai, penuh pengampunan, dan penuh kelamah lebutan. Kita harus terlebih dahulu mengenal dan memiliki damai itu sebelum membawa damai kepada orang lain. Hal ini juga menegaskan bahwa tugas pemberitaan Injil maupun setiap orang percaya bukan dengan pedang atau senjata dan sikap arogansi, melainkan dengan kerendahan hati dan semangat damai.

Sobat Kairos saatnya kita meneliti diri kita masing-masing… Manakah yang lebih mengarahkan langkah hidup Saudara? Kesombongan ataukah kerendahan hati? Kekerasan ataukah kelemah lembutan? Mari membawa kesejukan dan perdamaian di sekitar kita dengan memimpin orang lain untuk merasakan damai TUHAN. Untuk itu mari belajar bersikap rendah hati dan lemah lembut. Mari atasi segala persoalan dengan kelemahlembutan, maka kita pun menjadi pemenang. Amin

Lindon Silalahi

Related post