KEHIDUPAN BERAGAMA DAN BERPOLITIK DALAM ALAM DEMOKRASI (BAGIAN 3)

 KEHIDUPAN BERAGAMA DAN BERPOLITIK DALAM ALAM DEMOKRASI (BAGIAN 3)

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit

Peran Politik dalam Membangun Masa Depan Demokrasi

Apakah Gereja dan orang Kristen boleh berpolitik?

Untuk menjawab pertanyaan ini, baiklah terlebih dahulu kita mengerti arti kata politik itu sendiri. Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu _polis_ yang artinya “negara- kota”. Dari arti  kata itu diperoleh pengertian bahwa politik adalah serangkaian kegiatan terkait pengambilan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama yang tinggal di satu wilayah tertentu. Aristoteles dan Plato menamakannya “en dam onia” atau good life.  Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (Teori klasik Aristoteles). Supaya lebih jernih melihat dinamika politik jangan sampai “buta politik”

Menurut Bertolt Brecht, penyair dan dramawan Jerman mengatakan, “Buta terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga-harga komoditas, obat, tepung dan makanan semua tergantung pada keputusan politik”. Benarlah bahwa setiap manusia itu sendiri adalah makhluk politik, dan manusia itu diciptakan dalam hubungan-hubungan kemasyarakatan untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Meskipun harus diakui suasana berpolitik bisa berubah menjelma dalam politik pragmatis, tidak lebih dari cara dan siasat pelbagai kelompok tertentu untuk memperjuangkan kepentingan politik dan ekonominya. Selaras adagium Marcus Tullius Cicero (104-43 SM) “tiada kawan dan lawan/seteru abadi dalam politik, selain kepentingan itu sendiri”. Dengan berpijak pada adagium Cicero tersebut diatas, perpindahan seseorang keluar masuk partai politik (parpol) yang lain atau dalam koalisi parpol dianggap lumrah dan bukanlah kenistaan.

Kompleksnya persoalan yang dihadapi bangsa menuntut adanya talenta terbaik bangsa yang terbebas dari kepentingan politik tertentu selain kepentingan kemaslahatan bangsa dan negara. Oleh sebab itu, umat Kristen sebagai warga gereja tidak harus menghindari politik, karena kita percaya bahwa warga gereja menerima karunia dan talenta dari Tuhan. Tuhan memberikan karunia itu bukan disimpan untuk kepentingan diri sendiri tetapi untuk memberikan kebaikan bagi orang lain/sesama. Umat Kristen memuliakan kebaikan politik yang terpantul pada perilaku etis, ideologis, berintegritas, berkomitmen, dan berdedikasi; dalam entitas dan wahana kultural, sosial dan politik.

Rasul Paulus sangat jelas menasehatkan kepada Timotius,”Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” (2 Tim.1:7). Karena itu setialah menyalurkan berkat yang kita terima dari Tuhan sebab Tuhan akan menyertai dan memberkati kita senantiasa hingga akhir zaman (Matius 28:20). Umat Kristen sebagai warga gereja harus tumbuh secara _inklusif_ meneladani Yesus Kristus, sebagai terang di tengah-tengah kegelapan dan juga menjadi saksi Kristus ditengah-tengah dunia ini  berbaur dengan masyarakat. Berbaur dengan seluruh rakyat Indonesia dalam memerankan dirinya sebagai garam dan terang dunia (Matius 5:13-16). Peranan sebagai “garam dan terang dunia”, memberikan yang terbaik bagi sesama dan dunia yang membutuhkan  kehadiran gereja-Nya di bidang sosial, ekonomi dan politik.

Ketika Yesus meringkas implementasi kasih dalam dua arah, kasih kepada Allah dan sesama manusia (Matius 22: 34-40), maka kasih yang dimaksud ialah kasih (agape) kepada semua orang entah apa pun suku dan golongannya. Umat Kristen disuruh menjadi komunitas yang peduli, baik ke dalam maupun keluar/ masyarakat luas. Buah dari sikap peduli adalah mempedulikan sesama seperti Yesus Kristus menyuruh, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39). Karena itu, setiap warga Kristen diutus untuk berpartisipasi dan berkontribusi bagi bangsa, dan negara. Keluar dari tempurung dan melihat karunia kemajemukan membuat hidup bersahabat dengan tabiat damai. Dengan demikian perhatian Gereja terhadap damai dipahami dalam demokrasi sebagai partisipasi masa (participation) Gereja. Hukum dan ketertiban itu penting. Doktrin Itu tampak dalam ajaran Rasul Paulus pada Roma13:1-7, tentang kepatuhan kepada pemerintah dan perlunya kuasa pemerintah untuk menjamin kestabilan dan keadilan di masyarakat. 

Seiring perjalanan waktu nyatanya pelembagaan sistem Demokrasi adalah salah satu pilihan penataan politik pemerintahan Indonesia. Pelembagaan sistem demokrasi sesuai amanat para pendiri bangsa seperti termaktub di Pembukaan UUD 1945.

Dalam hal ini, jalan demokrasi yang dipilih mampu mengakomodasikan keindonesian dan kemajemukan merupakan landasan kuat untuk mengimplementasikan semua sila dalam Pancasila. Prinsip-prinsip dasar negara yang memberikan panduan  untuk mengatasi perbedaan guna mencapai kerukunan dan stabilitas. (Bersambung)

Related post