LAPANGAN PEKERJAAN, INOVASI TEKNOLOGI DORONG PERTUMBUHAN EKONOMI

 LAPANGAN PEKERJAAN, INOVASI TEKNOLOGI DORONG PERTUMBUHAN EKONOMI

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit

Roda pertumbuhan ekonomi Indonesia belum benar-benar berputar, terhenti pada titik yang rapuh antara kesulitan lapangan kerja, rendahnya pendidikan/kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pemanfaatan ekosistem inovasi teknologi utamanya pada sektor industri sumber daya alam (SDA), sangat penting membangun kemitraan strategis sebagai jembatan antara dunia riset dan industri guna mendorong pemanfaatan hilirisasi secara lebih optimal. Perubahan iklim merupakan pendorong utama tranformasi energi berbasis fosil ke energi baru dan terbarukan atau EBT. Ketegangan geopolitik dan transisi energi dari EBT akan saling berimbas. EBT tidak hanya merupakan bentuk ketahanan (security) tetapi juga suatu kekuatan (_ leverage) dalam menghadapi fragmentasi rantai pasok energi global dan perubahan aliansi geopolitik. Situasi seperti ini berpotensi mengancam pertumbuhan ekonomi. Sebab, hanya dengan pertumbuhan ekonomi yang melesat tinggi, kita bisa menemukan keseimbangan baru dengan kemajuan ekonomi dan kesejahteraan sosial berjalan beriringan.
Di dalam konteks ini,kolaborasi lintas ilmu, menghasilkan imajinasi kebutuhan SDM unggul memegang peranan yang sangat penting untuk menghasilkan simetris kebutuhan yang baik dan bermanfaat. Muaranya satu, yakni bekerja, kemudian mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Ada pepatah Tiongkok kuno, “Dia yang memiliki imajinasi tanpa belajar, memiliki sayap tetapi tidak memiliki kaki”.
Seekor burung mungkin terbang, meluncur, dan melambung tinggi dengan sayapnya, tetapi ketika dia lapar, tanpa kaki dia akan kesulitan mendarat dan mendapatkan makanan.

Sebagaimana kita ketahui,pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak melesat, bahkan pencari kerja formal terus bertambah, tetapi lapangan kerja tidak membesar. Penciptaan lapangan kerja masih terkonsentrasi pada sektor berproduktivitas rendah dan didominasi oleh pekerja informal, bukan di sektor manufaktur yang lebih produktif.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2025 menunjukkan dari 145,77 juta penduduk bekerja, sebanyak 59,4 persen atau 86,587 juta orang diantaramya adalah pekerja informal. Menurut Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNDP) menyebutkan, informalitas ketenagakerjaan menguras sumber daya dan menghambat pertumbuhan. Jika ingin perekonomian tumbuh baik dan stabil serta menyejahterakan masyarakat, kini dan nanti, transformasi pekerja informal menjadi pekerja formal mesti diwujudkan.

Selama satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto, beragam program untuk memutar mesin perekonomian digencarkan. Ada yang optimal, tapi masih banyak pula pekerjaan rumah seperti program makan siang gratis (MBG), pengembangan Koperasi Merah Putih, hilirasi industri SDA, dan bantuan perumahan. Semua program tersebut diharapkan untuk menciptakan lapangan kerja, sekaligus menumbuhkan ekonomi kerakyatan berbasis potensi lokal.
Dari delapan program prioritas nasional atau Astacita,perekonomian Indonesia masih diliputi ketidakpastian global berkelindan dengan lemahnya konsumsi rumah tangga. Karena itu, sudah semestinya belanja produktif seperti modal, barang/ jasa, dan program-program pemerintah lainnya bisa lebih cepat diakselerasi.
Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, pemerintah perlu membanguan ekosistem riset dan industri di berbagai sektor strategis secara terintegrasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis sains, teknologi, dan inovasi. Jika berjalan terarah sesuai kebutuhan industri akan memberi nilai tambah bagi masyarakat dan lingkungan.
Lebih dari itu, pemerintah daerah dan pusat perlu mencermati kepentingan publik. Daerah harus bergerak dengan memperbaiki daya tarik investasi. Mereka bisa melakukan sejumlah langkah, seperti menekan pungutan, mengurangi premanisme, serta mempermudah prosedure dan izin, sehinga Investor memilih menaruh uangnya di wilayah mereka. Hanya dengan cara-cara yang sedemikian rupa mereka bisa memperbaiki ekonomi daerah masing-masing.

Di sisi lain, daerah- daerah di Indonesia masih memiliki banyak potensi mineral kritis yang harus diolah, seperti hilirisasi nikel, tembaga, dan bauksit. Karena itu, semestinya penduduk kita dapat bekerja dengan upah yang layak sehingga daya beli masyarakat meningkat.
Penduduk yang bekerja dan produktif akan menopang pertumbuhan ekonomi. Karena itu, ketersediaan lapangan kerja patut diupayakan.

Memahami kondisi perekonomian Indonesia, sebagai negara yang lebih dari setengah pertumbuhan ekonominya ditopang konsumsi rumah tangga, penduduk bekerja merupakan hal penting. Tanpa penghasilan warganya tidak leluasa berbelanja. Jika warga tidak membelanjakan uangnya untuk membelikan barang dan jasa, produksi tak terserap pasar. Jika tak ada barang dan jasa terserap produksi pun terhenti. Selanjutnya, pabrik atau usaha tutup. Begitulah rentetannya sampai ke hulu. Namun,kondisi ekonomi yang diwarnai pemutusan hubungan kerja (PHK) dampak ikutannya turut melemahkan daya beli masyarakat.

Menjemput harapan untuk memperoleh pekerjaan, dan SDM unggul tantangannya tidaklah kecil, membutuhkan dukungan komitmen politik Presiden RI guna pencapaian target yang telah dicanangkan (dalam Astacita) karena disanalah letak pertumbuhan ekonomi penopang kemajuan dan kemakmuran bangsa.
Oleh karena itu, arah pembangunan harus mengadopsi new growth model yang lebih modern berbasis inovasi. Pemanfaatan teknologi/ termasuk kecerdasan buatan (AI), sekaligus membuka lapangan baru di daerah.
Di dalam konteks ini, sumber daya manusia (SDM) unggul memegang peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Joel Mokyr, Philippe Aghion, dan Peter Howitt penerima Hadiah Nobel Ekonomi 2025 menjelaskan mengenai dampak inovasi teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang tercipta melalui destruksi kreatif dianggap relevan dan penting bagi perkembangan ekonomi global. Destruksif kreatif adalah konsep dalam ilmu ekonomi yang mendeskripsikan sebuah proses di mana inovasi baru menggantikan cara-cara lama. Konsep ini pertama kali dicetuskan ekonom Joseph Alois Schumpeter dalam karyanya, Capitalism, Socialism and Democracy, pada 1942. Kajian mereka bertumpu pada konsep lama, tetapi relevan dengan penghancuran kreatif (creative destruction).

“Penghancuran kreatif” yang merujuk pada produk dan penemuan baru mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan manusia. Meskipun pada saat yang sama membuat banyak perusahaan tersingkir.
Ambil contoh, penghancuran kreatif yang terjadi di era ini, antara lain perdagangan dari bisnis yang mengguncang sektor ritel atau layanan streaming yang menggantikan penyewaan video dan DVD. Ilustrasi klasiknya, seperti pembuat cambuk untuk kuda penarik kereta yang kehilangan pekerjaan ketika mobil ditemukan.
Oleh karena itu, mekanisme penghancuran kreatif ini diperlukan agar ekonomi tetap tumbuh dan tidak terjerumus stagnasi. Dan, pemenang dalam persaingan ini adalah mereka- mereka yang mampu berinovasi.
Kajian dari ketiga pemenang Nobel ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya melihat distribusi manfaat lebih banyak dinikmati kelompok tertentu, tetapi harus menjangkau masyarakat banyak.

Hal ini, mengingatkan kita bahwa kita tidak boleh menganggap remeh terhadap penciptaan lapangan pekerjaan yang berkemajuan dan inovasi teknologi menopang/ mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Pesan penting dari ketiga peraih Nobel Ekonomi ini, menjelaskan bagaimana “penghancuran kreatif”( creative destruction) kian mendapat perhatian pada era digital. Akibat inovasi digital ( internet, media sosial, kecerdasan buatan/artificial inteligience), cara berproduksi dan model bisnis lama cepat digantikan oleh model baru. Itulah yang menghasilkan kemajuan.
Namun, transformasi kemajuan semacam itu menuntut ekonomi yang kuat. Sebab, disamping adanya investasi baru, pendanaan pun harus kuat baik dari perbankan maupun asing, kalau tidak, mesin pertumbuhan ekonomi sulit berputar. Semuanya itu hanya dapat dicapai jika rakyat terdidik, dan terbuka terhadap inovasi.

Di tengah dunia yang bergejolak, perang dagang yang memanas, harga komoditas naik-turun tajam, dan geopolitik yang menebar ketidakpastian,
melemahnya konsumsi rumah tangga sebagai sumber utama pertumbuhan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dua dekade terakhir masih sekitar 5 persen.
Salah satu langkah yang bisa memperkuat daya beli adalah menciptakan lapangan kerja baru. Sektor padat karya, seperti pariwisata, transportasi, serta informasi dan komunikasi bisa menjadi motor pemulihan.
Penguatan produktivitas tak bisa hanya mengandalkan stimulus fiskal. Pemerintah perlu menyiapkan straregi industri berbasis nilai tambah, memperluas digitalisasi di daerah, serta meningkatkan pendidikan dan pelatihan menuju SDM unggul.
Untuk menghasilkan SDM unggul, pengembangan iptek dan inovasi, infrastruktur dan pendanaan menjadi landasan ekosistem pembangunan nasional. Hanya dengan pertumbuhan ekonomi yang melesat tinggi, kita bisa menemukan keseimbangan baru dengan kemajuan ekonomi dan kesejahteraan sosial berjalan beriringan.
Optimalisasi pengembangan SDM dengan membuka kesempatan bagi pekerja/ karyawan untuk meningkatkan kapasitas diri lewat beberapa pelatihan dan pembelajaran.
Kualitas SDM yang diharapkan pun tidak sekadar memiliki kecakapan teknis(hard skill), tetapi juga keterampilan personal dan interpersonal (soft skill). Keterampilan personal dan interpersonal itu mencakup kemampuan dalam komunikasi, pemecahan masalah( problem solving) serta berpikir kritis ( critical thinking). Keterampilan terkait kearifan digital ( digital wisdom) diperlukan pula di tengah perkembangan teknologi saat ini.
Harapannya, mereka- mereka yang sudah mencapai SDM unggul bisa meraih kesempatan pekerjaan yang baik sehingga tingkat ekonomi juga bisa lebih bagus.

Inovasi Teknologi yang Selalu Aktual dan Melintasi Zaman

Allah yang kita kenal dan dipercaya oleh orang Kristen, adalah Allah yang dinamis, Allah yang kreatif. Kreativitas Allah yang pertama dinyatakan melalui karya penciptaanNya. Bahasa Latinnya: Cratio. -dari tidak ada menjadi ada-“Creation ex nihilo”_ .Itu yang mengawali kesaksian kita. Demikian dikisahkan dalam Kitab Kejadian 1 & 2.
Setelah jagat raya diciptakan, apa yang difirmankan TUHAN kepada Adam? Bekerja ! TUHAN berfirman: “dengan bersusah payah engkau akam mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali ke tanah” (Kejadian 3:17-19).
Semboyan berbahasa Latin, Ora et Labora, – Berdoa dan bekerja- sudah banyak dikenal orang.Arti Labora ialah bekerja keras, rajin dan tekun bekerja dalam konsep waktu, mencapai hasil yang optimal.Dalam Alkitab bekerja keras diperlihatkan sebagai kebalikan dari kemalasan. Kemalasan tidak hanya sekadar sifat jelek, melainkan dianggap sebagai dosa yang daripada manusia harus bertobat (Amsal 6:9-11; Efesus 4 :28; 2 Tesalonika 3:10).
Pengakuan bahwa tiap jenis pekerjaan disebut adalah panggilan Tuhan. Secara tidak langsung tersirat dalam bahasa Inggris. Vocation.Bekerja disebut vocation yang dari akar bahasanya berarti memanggil. Sedangkan kreativitas dan produktivitas terbentuk dari kegembiraan kerja (Amsal 15:13; 17-22)
Begitu pula pada Negara kita dengan jelas dan tegas mengamanatkan termaktub pada UUD 1945, pasal 27 Ayat (2), “Setiap warga negara berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Selanjutnya, Adam dan Hawa lalu melahirkan laki-laki bernama Kain dan Habel. “Kain menjadi petani Habel adiknya menjadi gembala kambing domba”( Kejadian 4:2).
Pada mulanya seluruh penduduk bumi adalah bekerja sebagai petani yang bercocok tanam kemudian berburu dan akhirnya beternak.
Pada industri pertanian untuk pertama kalinya manusia mengenal sistem irigasi dalam mengerjakan sawah/ kebun-nya. Manusia tidak lagi mengembara, tetapi menetap. Lalu, lahirlah apa yang disebut desa, kota, dan negara.
Kemajuan inovasi teknologi dan efisiensi pertanian dimulai secara perlahan kemudian semakin pesat.
Satu langkah maju dari pertanian tradisional terjadi di Eropa pada Abad ke-12, ketika ditemukan horse collar yaitu inovasi teknologi semacam pelindung dada dan leher pada kuda. Berkat alat itu, kuda dapat dipekerjakan tanpa takut tercekik. Jadi, kuda yang diperlengkapi dengan alat ini dapat menarik lebih kuat, lebih cepat, dan lebih tahan dibanding sapi. Dengan tenaga kuda, para petani dapat meningkatkan produksi mereka. Kemudian daripada itu mereka pun menggunakan bajak besi untuk menggarap lahan pertanian mereka.
Sekitar tahun 1700,Jethro Tull, seorang petani Inggris menemukan alat penabur benih yang ditarik kuda menggantikan pekerjaan menabur dengan tangan,yang memboroskan benih.
Pada tahun 1831,di Amerika Serikat( AS), Cyrus McCormick menemukan mesin penuai ditarik kuda yang dapat memanen gandum lima kali lebih cepat daripada yang dapat dilakukan orang menggunakan sabit. Hasil yang dicapai spektakuler. Beberapa petani meningkatkan hasil produksi mereka berlipat ganda di dibandingkan dengan masa sebelum mereka memanfaatkan kemajuan teknologi.

Filsuf Hannah Arendt mengatakan bagai binatang, manusia harus memenuhi kebutuhan dasarnya untuk hidup. Atas dasar inilah manusia disebut binatang yang bekerja (animal laborans). Penyebutan Arendt ini kian menjelaskan makna bekerja baginya, “hanya menghasilkan barang yang habis dikonsumsi”.Dan, jika sudah mampu mengaktualisasikan diri dalam bekerja, manusia itu berubah menjadi “homo faber”( manusia tukang/ manusia pekerja). Hal ini dapat terlihat dari banyaknya orang AS yang nama belakangnya berasal dari nama-nama profesi. Seperti, Farmer(petani), Smith (tukang besi), Carpenter (tukang kayu) dan Taylor (tukang jahit) dan lain-lain.

Berkat kemajuan dalam inovasi teknologi pertanian diatas, terbukalah jalan bagi Revolusi Industri yang terjadi di Inggris sekitar Tahun 1750-1850. Ribuan keluarga berpindah ke kota-kota Industri untuk bekerja di tambang batubara, pabrik penuangan besi, galangan kapal, dan pabrik tekstil.
Tak lama kemudian, AS dan negeri lain, baik petani kecil yang memperoleh sedikit uang dari hasil panennya, maupun kehidupan peternak yang tadinya berprofesi sebagai cowboy juga ikut berpindah ke kota. Perpindahan penduduk dari desa ke kota( urbanisasi) untuk mencari pekerjaan.
Pertanian, peternakan, pekerjaan tambang menjadi pusat intrik dan perseteruan, seperti yang ditulis Laura Ingals Wilder dalam bukunya, Little House on the Praire yang sukses diangkat ke film/layar lebar.

Menurut Alfin Toffler, seorang futurology yang amat termashyur,terjadilah gelombang Revolusi Industri ke-2, setelah James Watt menemukan mesin uap pada awal abad ke-20. Begitu mesin ditemukan, manusia tidak lagi tergantung pada kedua tangan dan kakinya saja, kemudian berlanjut pula gelombang Revolusi Industri ke-3 dan ke-4. Beberapa pekerjaan lama digantikan oleh otomatisasi, sementara pekerja baru membutuhkan keterampilan digital.

Gelombang revolusi industri ketiga (3.0) yang juga disebut revolusi digital pada periode akhir abad ke-20 ditandai dengan peralihan dari teknologi analog ke digital, otomatisasi dan komputerisasi teknologi digital dan munculnya internet.
Banyaknya pekerjaan manual digantikan oleh mesin, sehingga mendorong pergeseran tenaga kerja dari “tenaga otot” ke “tenaga otak”.
Gelombang revolusi industri keempat (4.0) adalah transformasi industri melalui integrasi teknologi digital seperti Internet of Things(IoT), kecerdasan buatan(AI), big data, dan cloud computing.

Semuanya itu, menanamkan mentalitas industrial yang hakiki dimana setiap langkah usahanya mengejar nilai tambah (value added),

Bekerja di Era Teknologi Berbasis Nilai Transformasi

Ketegangan politik, kemajuan teknologi, dan perubahan iklim kini membentuk ulang pula investasi global. Penanaman modal asing (PMA) khususnya, semakin terkonsentrasinya sumber daya yang bepihak secara politik sehingga setiap negara harus menyusun strategi kolaborasi baru.

Dunia yang cepat berubah membuat kita belajar menyusun dan merealisasikan banyak hal dengan segera dengan membangun pijakan kerjasama/kolaborasi di tengah persaingan global. Di tengah perdagangan global perhatian kepada alternatif kerjasama ekonomi meningkat. Fenomena ini terlihat pada kemitraan modernisasi aliansi seperti BRICS & OECD pun dilakukan. Sejumlah kerjasama ekonomi lainnya dilakukan seperti kerjasama regional antar negara-negara ASEAN, kerjasama ekonomi Asia Pasifik (APEC), dan kerjasama ekonomi China,AS, Jepang, dan Korea Selatan. Kerjasama dan kolaborasi tidak saja hanya terjalin, tetapi terbuka, terhubung, dan inklusif guna mendukung transformasi ekonomi berkelanjutan dan menciptakan peluang nyata bagi kesejahteraan bersama. Sebab, ke depan transformasi digital, transformasi AI, transformasi hijau akan menjadi pilar utama dan memberi dampak signifikan bagi kehidupan manusia.

Tantangan serius di tahun pertama Prabowo Subianto adalah sulitnya mencari kerja. Keadaan tersebut tercermin pada indikator yang muncul. Pasar kerja di Indonesia dewasa ini didominasi sektor informal yang berpotensi membatasi ambisi menjadi negara maju. Adapun ciri-ciri pekerjaan informal yaitu, upah rendah, tanpa perlindungan sosial memadai,dan tanpa serikat kerja.

Di balik tumpukan kelimpahan data dibawah bayang algoritma, sejatinya hal tersebut tidak terlepas dari keseimbangan lapangan pekerjaan dan investasi yang menciptakan efek pengganda ( multiplier effect) di berbagai sektor industri di Indonesia.
Investasi asing masih pilar penting bagi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sinergi dan kolaborasi diharapkan mendorong transfer pengetahuan sekaligus meningkatkan daya saing Indonesia.
Para pekerja, perusahaan dan negara dituntut bekerja di era Teknologi berbasis transformasi.
Transformasi terasa begitu natural ketika kita berbicara tentang inovasi teknologi revolusi industri 4.0 yang berbasis keterampilan digital akan muncul.
Pertama, menggunakan teknologi untuk kebaikan manusia.
Kedua, menggunakan teknologi untuk efektivitas dan efisiensi.
Ketiga, menggunakan teknologi untuk transformasi pendidikan,pembelajaran, dan pencerahan.
Keempat, bonus demografi memang menjanjikan peluang bagi Indonesia menjadi negara maju. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, anugerah itu, bisa jadi bencana. Salah satu masalah penting yang dihadapi Indonesia saat ini adalah terbatasnya ketersediaan lapangan kerja. Kesempatan kerja menjadi kunci untuk bisa memanfaatkan bonus demografi dengan fokus pemerintah meningkatkan kualitas SDM unggul agar lebih produktif.
Dengan begitu, mewujudkan transformasi pendidikan bermakna merdeka atau kebebasan untuk mencapai kemakmuran diperlukan, dengan pembangunan SDM yang lebih baik.
Kata “merdeka” dalam bahasa Sanskerta berasal dari kata mahardika yang berarti terdidik dan tercerahkan. Dalam ajaran Alkitab pun demikian, yang menekankan kemajuan suatu bangsa membutuhkan iman, ilmu, dan pengharapan. Artinya, pendidikan adalah pengubah keadaan yang dapat memutus rantai kemiskinan. Bahwasanya tidak ada negara-bangsa yang bisa keluar dari kemiskinan tanpa adanya gerakan transformatif. Yaitu, pertumbuhan ekonomi yang menekankan etos kerja, optimisme, dan daya juang.
Mendefenisikan pertumbuhan ekonomi, setidaknya didorong oleh penguatan investasi, konsumsi rumah tangga, dan belanja pemerintah. Investasi diandalkan di tengah kontraksi konsumsi pemerintah dan potensi perlambatan konsumsi masyarakat.
Hilirisasi sumber daya alam menjadi kunci transformasi ekonomi Indonesia menuju struktur industri bernilai tambah/value added tinggi, terutama di sektor mineral.

Indonesia memiliki peluang besar untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap) dengan mendorong hilirisasi secara optimal.
Cita-cita pendiri bangsa dan cita-cita luhur bangsa Indonesia yakni, memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara menanggulangi kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.
Pekerjaan diupayakan agar masyarakat bisa menghasilkan uang. Dan, dengan uang dan pekerjaan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat di kota maupun di desa.
Sebaliknya, ketiadaan pekerjaan akan menghasilkan kriminalitas yang semakin bertambah seiring meningkatnya angka pengangguran.
Lalu, bagaimana kita menghadapi permasalahan ini?
“Siapa yang mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan tegoran tersesat” ( Amsal 10:17). Tidak bisa dimungkiri sistem perekonomian dan demokratisasi politik menjadi jembatan antara rasionalitas dan keyakinan spritual dalam menghadapi ketidakpastian.
Untuk itu, diperlukan kepemimpinan pemerintah yang pro-rakyat dalam merumuskan arah dalam mendefenisikan prioritas, memperbarui makna dan tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan berbasis nilai transformasi menuju Indonesia Emas 2045. Relevansi pendidikan sukseskan transformasi peradaban bangsa tidak terlepas pada pemimpinnya yang punya kapasitas keilmuan memadai.
Meminjam analisis Jhon Maxwell (2014)seorang pemimpin harus berilmu, memiliki visi yang jelas tentang apa yang harus dicapai; memiliki pengalaman, dan mempunyai keterampilan untuk memandu masyarakat menyadarkan kecintaan kepada negara dan kemanusiaan. Pemimpin visioner sangat peduli pada transformasi dan perbaikan sosial secara berkelanjutan, dan responsif terhadap perkembangan zaman, dan selalu tetap berjangkar pada spritualitas, dan moralitas.

    Related post