Relasi Sungai dan Air dalam Menuntun Peradaban Bangsa (Bagian 2)

 Relasi Sungai dan Air dalam Menuntun Peradaban Bangsa (Bagian 2)

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit

Air Kebutuhan Mutlak

Pada mulanya, Tuhan menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya. Pohon-pohonan,tanam-tanaman, bunga-bunga, binatang, sungai yang mengalir dan udara yang segar.  Dan, terakhir sekali barulah Tuhan menciptakan manusia yakni Adam dan Hawa. Dia menciptakan manusia menurut gambarNya untuk memenuhi bumi, memerintah atas makhluk-makhluknya, dan mengelola dunia yang memuliakan Dia.

Dalam merespons kebaikan Tuhan itu, tepatlah metafora yang diagungkan pemazmur bahwa air kebutuhan mutlak, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah” (Mazmur 42:1).

Inilah kerinduan dari pemazmur yang merindukan Allah sama seperti rusa yang merindukan sungai yang berair. Rusa akan senantiasa mencari sungai yang berair sebab dengan menemukan air, rusa mendapatkan kesegaran dan kepuasan dari perasaan hausnya. 

Demikian juga manusia, tanpa air kita tidak dapat hidup dan berfungsi dengan baik. Kita senantiasa membutuhkan air dan hidup pun mengajarkan menjaga kelestarian  sungai supaya keadaan lingkungan menjadi baik. Karena itu, dalam dunia yang semakin dinamis membutuhkan keterbukaan setiap individu untuk melatih diri untuk mau mendengarkan ide-ide cemerlang dari para ahli berelasi dengan sungai yang mengalir. 

Sungai-sungai nya bersih atau kotor sekarang? Apakah masih pekat polusi di kota-kota besar di Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sering muncul setiap tahunnya, karena langit lebih sering mendung daripada cerah, akibat polusi.

Ingatlah, merawat sungai serta menjaganya adalah implementasi kehidupan kekristenan kita dalam memberikan kebaikan bersama dalam kehidupan (bonum commune).  Kita bersyukur oleh sebab Allah adalah Gembala kita yang menyediakan air bagi kita. Sama seperti apa yang Daud katakan, ” Ia membimbing aku ke air yang tenang” (Mazmur 23:26). Artinya, kita mempunyai kesempatan untuk minum dan melepaskan dahaga kita agar dapat tetap hidup.

Sedihnya, banyak orang lupa untuk memelihara sungai yang menjadi sumber air itu dengan berbagai masalah yang mengikutinya. 

Temuan air minum terkontaminasi kandungan Bisphenol A atau BPA pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon baru-baru ini di enam daerah seperti Jakarta, Bandung, Medan, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara dimana polikarbonat melebihi ambang batas 0,6 bagian persejuta (ppm) per liter menimbulkan kekhawatiran bagi warga.

BPA adalah zat kimia pengeras plastik yang digunakan untuk memproduksi galon. Paparan berlebih terbukti menggangu sistem tubuh. BPA yang bekerja dengan mekanisme “endocrine disruptor” khususnya hormon estrogen sehingga berkolerasi pada gangguan sistem reproduksi dan sistem kardiovaskuler, kanker,diabetes, obesitas, penyakit ginjal, serta gangguan perkembangan otak, khususnya tumbuh kembang anak.

Isu ini agar mendapat solusi di level pengambil kebijakan. Setidaknya, tersedia dua alternatif terkait munculnya polemik zat kimia Bisphenal-A ini. Pertama, peningkatan kualitas air dari air baku sungai, pegunungan menjadi air minum sehat.Dan, kedua, solusi terkait kemasan plastik galon agar mengutamakan keamanan dan kesehatan masyarakat.

Seiring perubahan zaman dan perkembangan teknologi semua industri dituntut terus berinovasi menghadapi tantangan zaman yang semakin dinamis. Berbekal pengetahuan, keahlian serta sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, konservasi sungai terus berkontribusi dalam memecahkan berbagai masalah air, mulai dari irigasi hingga penyediaan air minum sehat melalui sederet inovasi, dan teknologi modern.

Perubahan dasar perairan sungai akibat sedimentasi hingga abrasi membutuhkan konservasi sungai yang tepat di Indonesia. Salah satu kawasan rawan abrasi ada di pesisir pantai. Air laut kini bisa menggenangi daratan akibat proyek pembangunan dan pemanasan global. Dunia saat ini menghadapi degradasi lingkungan dan perubahan iklim.

(Bersambung)

Related post