Polusi Udara Terburuk Landa Thailand, Festival Songkran Terancam Berantakan

 Polusi Udara Terburuk Landa Thailand, Festival Songkran Terancam Berantakan

Polusi Udara Terburuk Landa Thailand, Festival Songkran Terancam Berantakan

Festival Songkran yang menjadi salah satu daya tarik wisata utama Thailand kini dibayang-bayangi kemuraman akibat kondisi polusi udara yang membahayakan. Di Chiang Mai, utara Thailand, kabut asap tebal muncul dalam beberapa minggu terakhir.

Thailand telah merancang festival Tahun Baru terkenal itu akan kembali digelar setelah disetop selama tiga tahun akibat pandemi Covid-19. Warga Thailand dari 13 hingga 15 April 2023 bakal mengisinya dengan mengunjungi kuil, membersihkan patung Buddha, dan bergabung dalam perang air yang dikenal sebagai ritual pembersihan oleh warga setempat.

Aktivitas itu biasanya mengundang kehadiran para wisatawan. Namun, para ahli memperingatkan potensi itu kemungkinan terhambat karena polusi udara. Situasi itu terutama dipicu aktivitas para petani membakar ladang untuk mempersiapkan panen berikutnya. Musim ‘asap’ itu biasanya berlangsung dari Januari hingga Maret dan memperburuk kualitas udara tahun ini.

Dikutip dari VOA News, Selasa (11/4/2023), Gary Bowerman, seorang analis perjalanan yang berbasis di Kuala Lumpur, mengatakan kabut tebal tahun ini hampir pasti memengaruhi rencana mereka yang ingin merayakan Festival Songkran.

“Kualitas udara yang beracun di Thailand, Laos, Myanmar, Kamboja, dan sebagian Vietnam yang disebabkan oleh pembakaran lahan pertanian merupakan keprihatinan nyata bagi industri pariwisata,” katanya kepada VOA.

“Musim kabut telah dimulai cukup awal dan pasti akan menyebabkan pembatalan pemesanan. Ini kemungkinan akan berdampak pada perayaan Songkran dan merugikan industri pariwisata yang mulai pulih”.

Kabut asap juga sering menyebabkan masalah kesehatan di kalangan penduduk setempat, terutama di pedesaan yang merupakan sebagian besar wilayah utara negara itu. Thailand menetapkan batas aman PM2.5, yaitu partikel debu dengan diameter 2,5 mikrometer atau kurang sebesar 50 mikrogram per meter kubik udara.

Related post