Perang Bersepuh Ekonomi dan Keseimbangan Baru (Bagian 2)

 Perang Bersepuh Ekonomi dan Keseimbangan Baru (Bagian 2)

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit

Meniti Peta Jalan Menuju Keseimbangan Baru

Peralihan antara perang fisik, ke penjajahan sistem ekonomi melalui institusi ekonomi, World Bank, IMF, dan regulator memainkan krisis dengan memberikan jebakan utang. Seperti pepatah Tiongkok, “setelah krisis ada peluang/ kesempatan”. Oleh karena itu , momentum krisis didorong membangun kerjasama yang saling menguntungkan (mutual interest) dalam berbagai bidang: ekonomi, bisnis, politik, keamanan, pendidikan, dan lainnya.

 Membangun keseimbangan adalah keniscayaan mengimbangi laju pengutuban yang terus berlangsung setelah berakhirnya Perang Dingin pada awal 1990-an. Salah satu langkah sederhana ialah etik “mengendalikan diri” (the ethics of self restrain) guna mencari titik keseimbangan baru.

Dalam bentuknya yang lebih parah, hal serupa terjadi pada konflik Arab-Israel yang sudah berjalan hampir 75 tahun. Tahun dan era berganti, begitu pula konstelasi konflik di antara mereka. Pada 2020 terjadi perubahan besar,saat beberapa negara  seperti UEA dan Bahrain -disusul berikutnya oleh Maroko dan Sudan- menormalisasi hubungan dengan Israel.

Pada lain pihak, dalam perkembangan selanjutnya negara-negara di kawasan Teluk Arab (Gulf countries) seperti Arab Saudi, Qatar, UEA, Bahrain, Kwait, dan Oman menjalin kerjasama dengan negara- negara Barat terutama AS dan Inggris, serta Rusia. Bahkan, menjalin hubungan diplomatik dan bisnis yang sangat intens belakangan ini antara Arab Teluk dengan China didasarkan pada simbiosis mutualisme. Singkatnya, hubungan Arab Teluk dan China fokus di bidang peningkatan ekonomi, bisnis, teknologi, dan pendidikan. Meskipun Arab Teluk menjadi “sekutu baru” China, bukan berarti mereka “cerai” dengan Barat. Mereka terus bermitra dengan Barat dan China membangun kerjasama dalam meniti peta jalan menuju keseimbangan baru. Persaingan di antara negara-negara mitra dan kerjasama di antara negara yang terlibat berseberangan pun juga akan terus terjadi; dengan memperkuat kerjasama strategis dalam menghadapi geopolitik bersepuh ekonomi dan bahaya yang melekat dengan itu.

Eropa  menjadi palagan persaingan AS-Rusia sedangkan Asia menjadi ladang utama persaingan AS-China.Tidak dapat dimungkiri, kawasan Asia dan Pasifik saat ini menjadi salah satu ajang kompetisi antara China dan AS beserta  negara- negara mitra terdekatnya. AS dan Jepang sepakat memperkuat aliansi militer untuk membendung China dan Korea Utara, termasuk kerjasama memutakhirkan strategi militer dan persenjataan. Juga membangun aliansi militer dengan Australia-Inggris- AS (AUKUS). Sebaliknya, China cenderung fokus pada ekonomi. China tidak berminat pada ekspansi militer dan pergulatan politik di negara lain. China sudah puas jika neraca perdagangan dan investasi meningkat.

Di tengah tarikan kuat negara-negara besar dunia, Indonesia sebagai Ketua ASEAN akan berupaya semaksimal mungkin menciptakan keamanan dan perdamaian agar ASEAN bisa menjadi “epicentrum of growth.” Hal ini tentunya mengajak dunia untuk bersatu menjawab tantangan global. Indonesia akan berkontribusi bagi perdamaian, stabilitas, kesejahteraan kawasan dan dunia. Indonesia berperan membangun keseimbangan baru dengan mengelola persaingan secara bertanggung jawab. Menurunkan tensi politik baik dalam isu AS-China di episentrum geopolitik di kawasan Laut China Selatan maupun isu Myanmar.

Pergolakan di dalam ekonomi global belakangan ini telah mengubah lanskap perekonomian dunia. Indonesia terus berupaya memainkan peran penyeimbang, baik di tataran regional maupun global. Di antara polaritas dunia yang menajam, ketegangan geopolitik dan ancaman krisis global, kerjasama disadari sebagai jalan keluar. Kepemimpinan Indonesia di ASEAN 2023 menjadi kesempatan untuk memaksimalkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Keberadaan MEA sejak 2015 diakui menumbuhkan integrasi ekonomi kawasan, tetapi perdagangan dan investasi antarnegara ASEAN stagnan rendah. Terkesan tidak ada terobosan yang berarti untuk melaksanakan kesepakatan MEA, mewujudkan ASEAN sebagai borderless economic community pada 2030. 

Resesi global lebih ringan dampaknya ke Indonesia, sebab konteks kewilayahan membuat urgensi dan relevansi kebijakan bertumpu pada kekuatan beranda Indonesia yang mewarnai pembangunan bangsa berkemajuan dan sumbu konektivitas ekonomi.

Wilayah Indonesia memiliki  tiga perbatasan darat dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Sementara perairan Indonesia berbatasan dengan India, Singapura, Malaysia, Thailand,Vietnam, Filipina, Palau,Australia, Papua Nugini dan Timor Leste.  Pada level global, tak bisa negara mencari selamat sendiri-sendiri. Semua negara harus saling berkolaborasi, bergotong royong, saling membantu agar persoalan di satu negara tak mengimbas ke negara lain.

Sederet pekerjaan rumah yang tak kalah berat menanti kita pada pemahaman inti dasar bagaimana membangun keseimbangan baru dan membangun optimisme dalam mengejar hidup yang penuh sukacita, mampu mencukupkan diri secara jasmani dan rohani. 

Begitu pula dalam hal BBM,Indonesia yang pernah menjadi anggota OPEC ini, produksi BBM dan gas buminya terus menurun sehingga Indonesia amat tergantung pada dinamika pasar internasional. Sebagaimana diketahui lebih dari separuh kebutuhan BBM di dalam negeri didapat dari hasil impor. Pasalnya,konsumsi BBM nasional mencapai 1,5 juta barel per-hari, sedangkan kemampuan produksi minyak di dalam negeri kurang dari 700.000 barel per-hari dan angka ini cenderung menurun dari tahun ke tahun. Sebab, sumur minyak yang dieksploitasi selama bertahun-tahun, produksinya terus menurun lantaran sudah melewati masa puncak.

Di samping persoalan BBM pergumulan berat masih kita alami pada 2023, tingkat inflasi kemungkinan melandai dan bank-bank sentral tak agresif lagi menaikkan suku bunga acuan. Optimisme ini akan menstimulasi aktivitas ekonomi dan investasi sehingga perekonomian akan tumbuh. Interaksi inflasi dan intervensi bank sentral itu pada akhirnya akan membentuk titik keseimbangan baru pertumbuhan ekonomi untuk 2023. Hal ini ditandai oleh meningkatnya permintaan ekspor ke Eropa, AS, dan China serta membaiknya sirkulasi rantai pasok global dan menstabilkan fluktuasi ekonomi.

Di masa depan (2045-2050), AS, China,Rusia dan India diperkirakan akan menjadi 4 ekonomi terbesar di dunia.  Perhatian India melirik ke Indo-Pasifik untuk mengembangkan hubungan ekonomi dan mitra strategis yang luas dengan negara-negara ASEAN. India di kawasan Indo-Pasifik menjadi salah satu penggerak utama ekonomi dunia dalam membangun keseimbangan baru. Membangun keseimbangan baru menolong setiap negara keluar dari kesesakannnya. Melalui kebijakan ini, India ingin tampil menjadi penyeimbang bagi China. Tidak hanya secara politik, tetapi juga dalam keterlibatan ekonomi ASEAN dalam menjawab tantangan geopolitik dan geostrategi di kawasan Indo-Pasifik, diharap kian positif.

Sedangkan mewakili negara di Asia Tenggara, Indonesia cukup menarik perhatian.

Pertumbuhan ekonomi negara ini diperkirakan berlanjut di 2023-2024 di kisaran angka diatas 5 persen. Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva mengatakan, Indonesia adalah “titik terang di tengah kesuraman ekonomi dunia”. Kondisi ini diyakini dapat meningkatkan kepercayaanl global pada Indonesia sehingga berdampak positif bagi sejumlah negara di Asia Tenggara, dan perekonomian dunia lainnya.

(Bersambung)

Related post