Pembangunan Manusia, Kecemasan, Dan Harapan (Bagian 3)

 Pembangunan Manusia, Kecemasan, Dan Harapan (Bagian 3)

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit

Mengelola Dengan Bijak

Memahami makna Buku dan Kitab ada perasaan yang berbeda, karena keduanya dianggap memiliki asal-muasal yang berbeda, yakni Buku dari manusia, sedangkan Kitab dari Tuhan. Spirit keduanya kompleksitas. Dengan demikian, manusia ditantang untuk mengasah kecerdasan alamiahnya (kecerdasan IQ dan EQ) dan berhikmat dengan kecerdasan spritualnya secara optimal.

Masalah kesehatan, kelangkaan air dan pangan, hingga bencana alam adalah sederet kemungkinan yang terus mengancam umat manusia.

Banyak yang menyalahkan penderitaan dan ketidakbahagiaan yang terjadi di dunia ini dikarenakan perang, kurangnya pendidikan, kesempatan, atau sumber daya. Tetapi, alasan yang paling mendasar sesungguhnya adalah karena dosa dan ketidaktaatan kepada Tuhan. Kata “dosa” dalam bahasa aslinya disebut hamartia berarti meleset dari target yang ditetapkan. Dari pemahaman ini, kita mengerti bahwa ketika gagal memenuhi sasaran yang ditetapkan oleh Tuhan, maka disitulah sesungguhnya kita telah berdosa.

Kita teringat pada apa yang pernah dikatakan Mahatma Gandhi (1869-1948) tentang tujuh dosa sosial. Politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, dan peribadatan tanpa pengorbanan.

 Disadari atau tidak, tujuh dosa sosial diatas,telah menguras banyak emosi mengenai kecemasan dampak pengaruh negatif atas kegagalan yang ditimbulkannya. Kemalasan adalah salah satu perangkap dosa yang sering membawa kita pada dosa-dosa lainnya seperti kebodohan dan keangkuhan. Raja Daud adalah contoh bagaimana godaan terasa lebih kuat ketika kita mengabaikan waktu-waktu produktif (2 Samuel 11:1-5). Dalam iman Kristen, kita tidak boleh malas membaca Alkitab, merenungkan siang dan malam, dan melakukannya. Jika kita membacanya, kita akan semakin pintar dan bijak, bukan semakin bodoh. “Jika orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat ia bijak” (Amsal 12:15). Sebab, “Keangkuhan hanya menimbulkan pertengkaran, tetapi mereka yang mendengar nasihat mempunyai hikmat” (Amsal 13:10). Menjadi penting kerajinan mendengarkan firman Tuhan karena, “Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan memperoleh harta yang berharga” (Amsal 11:27). Alkitab versi New King James membuka pikiran kita tentang standar kerajinan sesungguhnya, “The lazy (man) does not roast what he took in hunting”. Seorang pemalas tidak memanggang apa yang telah diburunya.

Ketika hati kita berubah sebagai manusia baru dalam Kristus, kehendak kita diperbarui dan kita dimampukan untuk menolak dosa dan kemalasan, merangkul kebenaran yang sejati yakni tunduk dan taat kepada firmanNya. “Takut akan Tuhan adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut” (Amsal 14:27). Dalam menjalani kehidupan ini, bisa saja muncul rasa takut atau kecemasan termasuk ketakutan atas hal-hal yang tidak diketahui (Fear of the unknow), tapi firmanNya memberikan Roh KudusNya berkarya bekerja, maka buah roh (Galatia 5:22-23) akan terpancar dari hidup setiap orang percaya untuk menguatkan/ memampukan kita untuk keluar dari rasa takut atau kecemasan itu. Raja Salomo disebut sebagai bapak orang berhikmat yang mengalami ketenteraman hidup bukan karena kekuatan pasukan perang dan senjata canggih, melainkan semata-mata hanya karena takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan akan memperbarui hidup sesuai dengan kehendak Tuhan membuat hidupnya bahagia dipenuhi damai sejahtera, dan beroleh kuasa untuk berbagi kebahagiaan ke sekitarnya serta menghasilkan perbuatan baik dan ketenangan pikiran.

Seorang anak yang percaya penuh kepada bapanya akan memuruti setiap perkataan dan arahan bapanya. Anak yang hanya percaya sebagian dari perkataan bapanya akan menuruti sebagian dari perkataan bapanya dan sebagian lain menggunakan pengertian dan kehendaknya sendiri. Prinsip yang sama berlaku dengan hubungan kita dengan Bapa di Surga. Seberapa besar kepercayaan kita kepada Tuhan akan menentukan juga _ketaatan_ kita terhadap perkataan dan perintahNya. Oleh karena itu, mari kita merendahkan diri dihadapan Bapa, sebab Ia jauh lebih tahu tentang apa yang terbaik untuk kita, hanya perlu tunduk dan taat terhadap otoritas firmanNya dan kepada Yesus Kristus sebagai sarana keselamatanNya. Ketundukan adalah inti pemuridan, “Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu” (Yohanes 8:31b). Seorang murid adalah pembelajar dan pengikut yang menyerahkan dirinya kepada Sang Guru Agung, sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah. Dan, dalam ketundukan itulah Tuhan akan menunjukkan perkenaan dan berkat-Nya. Berkat Tuhan dapat datang dalam berbagai bentuk seperti kesehatan, akal budi, lingkungan yang supportif dan tentu saja berkat materi. Tetapi jangan pernah lupa bahwa segala sesuatu yang kita miliki sekarang ini adalah titipan Tuhan, dan kita dipercayakan untuk mengelolanya dengan bijak. Berkat materi yang Tuhan titipkan seharusnya bisa kita nikmati (spend), tabung (save) dan membagikannya (give) membantu orang lain secara terukur. Dalam hal ini kita harus memulai perubahan pola pikir (mindset) kita dari godaan konsumtif kepada hal-hal yang produktif. Ketika kita memiliki kesadaran bahwa apa pun yang kita kerjakan seperti persembahan kepada Tuhan, maka kita akan memiliki motivasi yang kuat dan menjadi giat dalam semua hal yang Tuhan percayakan kepada kita.

Tuhan rindu memberkati umat-Nya, namun kita perlu bertanggung jawab mengelolanya agar menjadi saluran berkat bagi orang lain. Karena itu, mari kita fokus untuk berkarya bagi kemakmuran bangsa, menggali dan terus mengembangkan setiap potensi yang ada, terus memperbaiki kualitas diri memuridkan orang -orang percaya dan bekerja dalam tuntunan Tuhan. Orang yang mengikuti tuntunan ilahi akan beroleh kuasa untuk berbagi kebahagiaan ke sekitarnya. Kebahagiaan terbesar yang dialami adalah dalam melakukan kebaikan bagi orang lain. Kasih kepada Yesus dapat diwujudkan dalam kerinduan untuk berkarya, sebagaimana Kristus berkarya untuk memberkati dan mengangkat umat manusia dari kebodohan dan keterbelakangan. “Berbahagialah orang yang mendapatkan hikmat, orang yang memperoleh kepandaian” (Amsal 3:13). Orang yang lapar akan pengetahuan dengan sendirinya akan memancarkan cahaya karena menerima berkat dari Allah. Oleh otoritas firmanNya, kekuatan pikirannya akan dibangkitkan kepada kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menggembirakan kehidupan orang lain. ” Karena kepada orang yang dikenanNya Ia mengaruniakan hikmat, pengetahuan, dan kesukaan” (Pengkhotbah 2: 26 a). 

Kita sadar bahwa tantangan global makin kompleks dan dinamis, elemen-elemen lingkungan didalamya dapat setiap saat berubah menjadi tantangan  serius  yang memerlukan antisipasi sejak awal. Disinilah perlu perencanaan jangka panjang dan komprehensif, diantaranya menyelaraskan pendidikan dengan bursa kerja dengan menggencarkan pembangunan manusianya. Kita sedang berada pada fase STEM atau sains, teknologi, enginering, mathematics yang saat ini menjadi area ilmu pengetahuan yang harus dikuasai negara untuk menjawab tantangan besar termasuk engagement, (keterkaitan)dan interaksinya merupakan fondasi dalam menghadapi era disrupsi digital sekarang ini. Dalam kaitan itu, pembangunan kualitas dan karakter manusia menjadi sangat fundamental. Juga berkorelasi dengan kualitas guru, penyelenggaraan pendidikan, hingga infrastruktur pendidikan. Jika Ki Hajar Dewantara (1947) mendidik anak melalui guru sebagai agen penidikan yang vital memajukan bangs dengan mempertinggi derajat kemanusiaan, maka prototype guru Umar Bakri dalam balada Iwan Fals atau guru Muslimah dalam Laskar Pelangi adalah salah satu kesejahteraan guru yang perlu diperhatikan. 

Oleh karena itu, literasi bergerak menjadi gerakan yang mencerdaskan untuk membangkitkan semangat guru mengajar anak meningkatkan minat baca, serentak dengan itu mendesak pembangunan taman literasi, perpustakaan dan toko buku di sejumlah daerah. Harapannya, “simpul pustaka” seharusnya hadir di kota hingga desa, di pesisir hingga pulau-pulau terkecil du berbagai penjuru Nusantara. Nalar yang jernih dan kritis adalah sebuah keniscayaan untuk mengikis cara berpikir yang terkungkung mitos dan takhayul. Kita sangat sadar bahwa  membangun manusia seutuhnya, tentunya bukan proses simsalabim atau seperti mitos Bandung Bondowoso yang membuat Candi Prambanan dalam semalam dengan pasukan jinnya, tetapi membangun pola pikir dan budaya kerja baru dengan berpikir inovatif yang memungkinkan bangsa untuk mengatasi tantangan global masa depan.

Di bidang Perguruan Tinggi,pemerintah perlu segera membuat kebijakan keberpihakan untuk meningkatkan profesionalitas civitas akademika dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk melakukan jihad intelektual  berupa publikasi ilmiah pada Scopus, jurnal-jurnal bereputasi internasional.

Di bidang ekonomi,posisi Indonesia sebagai anggota Negara ASEAN harus bisa menjadi epicentrum of growth yang memberikan manfaat yang lebih bagi rakyat di kawasan dan dunia.  Sebab, Indonesia memiliki iklim usaha dan investasi yang kompetitif, juga unggul  dalam hal sumber daya alam (SDA) berlimpah serta populasi besar. Selain itu, kemitraan dengan institusi global semakin diperluas melalui skema joint venture, transfer teknologi, serta peningkatan kapasitas kognitif dalam pemberdayaan SDM. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan mentransformasi tata kelola dunia yang lebih adil dalam kerjasama yang setara dan inklusif. Setiap langkah harus berprogres dari waktu ke waktu, terutama pembangunan manusianya harus bersinar dan bisa menghadirkan pengharapan yang lebih baik. Hal utama yang diperlukan adalah kejelasan visi pemimpin negeri dan pelaksanaan visi itu secara konsisten. Sebab, Abraham Lincoln mengatakan, “The best way to predict the fucture is creat it”. (Tamat)

Related post