Lara Berlipat Membayangi Pekerja Migran Perempuan

 Lara Berlipat Membayangi Pekerja Migran Perempuan

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit.

Begitu banyak pilihan krusial yang dihadapi setiap orang dalam fase kehidupannya dari zaman dahulu kala hingga zaman modern sekarang ini. Hal itu juga mempengaruhi keputusan yang diambil menjadi hal penting dalam perjalanan hidup kita. Ketika kita membuat keputusan yang berbasis rasa kekhawatiran berlebih dan tergesa-gesa, tentu membuat keadaan lara berlipat melewati hal-hal yang menegangkan. Kedagingan kita hanya dapat melihat badai dan kesulitan yang terjadi tanpa melihat keputusan yang diambil dari akal sehat dari hubungan spritualitas kita dengan Tuhan. Mestinya kita berjuang menjalani hidup ini tidak hanya untuk mendapatkan makanan dan minuman, tetapi juga berjuang melawan godaan iblis. Kapan pun, dimana pun dan dalam situasi apa pun yang pasti iblis terus menggoda manusia jatuh dalam dosa. Pemazmur mengingatkan kita bahwa kebahagiaan hidup dapat diperoleh jika kita hidup dalam hukum Tuhan (Mazmur 119:1-9).

Siapa pun tidak dapat menyangkal bahwa kesuksesan tidak pernah jatuh dari langit. Juga jangan bermimpi kesuksesan kalau tidak membayar harga dengan perjuangan maksimal berselaras dengan kehendak Tuhan. Kesuksesan diperoleh dengan banyak belajar, banyak berpikir, serta banyak berdoa dan bekerja.

Celakanya,dunia modern tergoda menginginkan semua hal serba cepat dan instan. Keinginan agar segalanya bisa lebih cepat dari kemaren membuat manusia hidup seolah-olah dikejar waktu. Hal ini lama kelamaan menghasilkan perilaku tergesa-gesa pada manusia modern dan tidak pernah tenang. Berbagai macam keadaan sangat mungkin membuat kita menjadi tergesa-gesa yang pada akhirnya berpotensi menimbulkan kesalahan dan lara berlipat. Sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Masalah pun datang berlipat ketika kita mulai mencari jalan pintas untuk mendapatkan lapangan pekerjaan.Ternyata, kemudahan membawa kesulitan dan penderitaan.

Menilik jumlah angkatan kerja berdasarkan Survey Angkatan Kerja Nasional pada Agustus 2022 sebanyak 143,72 juta orang, mengadu untung di bursa kerja. Tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,86 persen atau 8,42 juta jiwa. 

Sejumlah masalah keterampilan tidak selaras dengan kompetensi dunia pasar kerja membuat jutaan pekerja migran Indonesia (PMI) mencari jalan pintas dengan menempuh jalur ilegal. Jalur berisiko ini ditempuh karena lebih cepat mendapatkan pekerjaan. Nafsu untuk mendapatkan pekerjaan ini acapkali menggelincirkan orang-orang ke arah perbudakan modern. Pengiriman pekerja migran secara nonprosedural dengan menggunakan pelayaran melalui pelabuhan tidak resmi, keselamatan mereka dipertaruhkan serta rentan menjadi korban perdagangan orang. Seperti sering diberitakan, para pekerja migran nonprosedural masif dilakukan lewat Batam, Kepulauan Riau menuju Malaysia. Pekerja tanpa dokumen diseberangkan ke Malaysia menggunakan perahu kayu,aspek keselamatan pun terabaikan. 

Mengutip data Bank Indonesia, jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia pada tahun 2020 mencapai 1,633 juta orang. Jika ditambah pekerja migran nonprosedural, angka itu meningkat menjadi 2 juta orang. Jumlah itu pun diperkirakan terus meningkat antara tahun tahun 2021 hingga 2023. Tanpa data yang memadai akan kesulitan mengakses informasi dan memberi perlindungan tanpa data dan perangkat hukum yang memadai. 

Perempuan yang memilih untuk menjadi pekerja migran di luar negeri pun memberikan alasan,karena mereka memiliki peluang lebih baik untuk mengatasi badai ekonomi yang terjadi. Perempuan Indonesia menjadikannya tumpuan penting dalam keluarga merasa bertanggung jawab dalam  urusan “dapur ngebul” dalam penatalayanan rumah tangga. Peran ganda dijalankan sehingga para pekerja migran di dominasi perempuan,seperti di Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan dan Arab Saudi.

Situasi ini menjadikan perempuan pekerja migran lebih mencari stabilitas dan jalan pintas ketika mereka memasuki dunia kerja. Mereka pun mengubah perilaku dan pola pikir agar menjadi pribadi yang “tahan banting” dalam memperjuangkan keluarga. Orientasi yang berubah ini menjadikan perusahaan ilegal tumbuh subur yang sejalan dengan keinginan mereka. 

Salah satu yang tertanam dalam benak perempuan pekerja migran adalah berperan dan bertindak sebagai “perencana keuangan”bagi keluarga. Dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga yang semakin tinggi mereka pun berpikir untuk menaikkan tingkat penghasilan mereka melalui rentenir di dunia maya atau pinjaman daring atau online dan investasi ilegal/ bodong untuk mencapai kinerja optimal.

Namun, rendahnya literasi keuangan digital membuat perempuan paling banyak terjerat utang dalam jumlah berlipat-lipat dari nilai pinjaman awal. Berbagai dampak buruk yang dialami perempuan pengguna pinjaman online ketika mereka tidak mampu melunasi pinjamannya. Untuk itu, harus ditanamkan dalam pikiran perempuan agar perilaku keuangan tidak ugal-ugalan. Pola pikir ini pula yang nantinya bisa membantu seseorang mengelola keuangan lebih baik jika mampu membedakan antara yang mana kebutuhan dan mana keinginan.

Di lain pihak,pelaku investasi ilegal/ bodong mewadahi hasrat dengan menangkap/ menjerat para pekerja migran yang tergiur dengan iming-iming prospek keuangan. Korban yang disasar pelaku adalah pekerja wanita yang sedang bekerja di luar negeri. Penipuan pun tidak terhindarkan, ada melalui skema Ponzi hingga  penggandaan uang secara supranatural oleh Wowon cs.

Skema penipuan ini diciptakan oleh Charles Ponzi pada periode 1920-an. Karena aksi penipuan ini menggemparkan dunia sehingga namanya pun diabadikan menjadi skema penipuan ini. Skema Ponzi atau disebut “money game” menjanjikan imbal hasil kepada investor dengan membelanjakan uang pada aset atau instrumen investasi. Sesungguhnya, hal itu tidak pernah terjadi. Yang dilaksanakan hanya memutar uang antar-investor saja, maka dari itu disebut “money game”. Lantas sebagian uang itu digelapkan dan dinikmati.

Apabila para investor menarik dananya secara besar- besaran, petaka pun terjadi -seketika skema ponzinya macet- mengalami gagal bayar. 

Pada tahun 2008, di tengah krisis finansial global mendera, terungkap skandal skema ponzi terbesar yang pernah tercatat di dunia. Adalah Bernard Lawrence Madoff, otak kejahatannya. Penipuan yang dilakukannya lebih dari 20 tahun dengan nilai kerugian mencapai 65 milliar dollar AS. Pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana Madoff bisa menjalankan penipuan itu? Bagaimana penipuan itu terpendam begitu lama?  Ternyata, beberapa dekade sebelum skandal itu terungkap, nama Madoff harum berkibar sebagai salah satu pialang saham dan investor ulung di jagat Wall Street atau pasar modal AS.

Praktik penipuan berkedok supranatural penggandaan uang yang jadi latar belakang pembunuhan di Ciketing, Bekasi sangat mengenaskan. Insiden ini menguatkan sinyal betapa rapuhnya kondisi perempuan pekerja migran. Ini kejahatan yang mempergunakan praktik manipulasi dengan modus seperti skema bisnis multilevel marketing  (MLM). Ada yang ingin mendapatkan uang secara instan tanpa mau berjerih lelah lalu mempercayakan itu kepada dukun. Uang jadi produk yang dicari banyak orang menjadi aset,alih-alih jadi beban, dan masih ada yang percaya praktik irasional itu hingga sekarang ini.

Dari hasil investigasi Polisi, tipu-tipu berkedok supranatural itu,terungkap komplotan penipu asal Cianjur Jawa Barat, Wowon Erawan (60),Solihin alias Duloh (63) dan M Dede  Solehudin (35). Ketiganya mengaku bisa menggandakan uang dengan menggunakan kekuatan supranatural. Mereka beraksi dengan menipu korban yang rata-rata perempuan pekerja migran. Caranya, para pelaku menipu dengan membuat korbannya harus menemui Wowon yang menyamar menjadi tokoh fiktif Aki Banyu. Pria itu lalu menunjukkan trik menggandakan uang tunai di dalam amplop serta memperlihatkan mobil dan rumah mewah yang sesungguhnya adalah milik orang lain.

Tragisnya, penipuan itu berujung pada pembunuhan karena ada yang tahu aksi tipu-tipu itu. Kasus pembunuhan berantai (serial-killer) sejauh ini berujung pada hilangnya sembilan nyawa, ada yang dicekik, diracun, dan ada korban harus melakukan “ritual” menyeberang laut. Korban ” ritual” menyeberang laut itu diantaranya Siti dan Noneng. Keduanya melompat ke perairan Bali dari kapal menuju Nusa Tenggara Barat (NTB).  Salah satu komplotan yang bernama Solihin alias Duloh (35) memiliki rekening tabungan yang Kartu ATM-nya dipegang Wowon untuk menampung uang korban Saat ini sekurangnya ada 10 korban yang pernah mengirimkan uang ke komplotan Wowon melalui Dede. Informasi ini hasil penelusuran Polisi atas aliran uang di tabungan dan wesel.

Pertanyaan yang muncul kemudian, kenapa penipuan ini bisa terjadi berulang kali? Jawabannya, mengerucut pada dua kata: keserakahan dan minimnya literasi keuangan.

Related post