KEHIDUPAN BERAGAMA DAN BERPOLITIK DALAM ALAM DEMOKRASI (BAGIAN 1)

 KEHIDUPAN BERAGAMA DAN BERPOLITIK DALAM ALAM DEMOKRASI (BAGIAN 1)

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit

Sekilas Sejarah Demokrasi

Indonesia terbentang sangat luas dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote. Itu berarti negara Indonesia adalah negara kepulauan (archipelago) bermula dengan ratusan kerajaan baik besar maupun kecil dari Sumatera hingga Papua. Terdiri dari berbagai suku, agama, pulau dan penduduk dengan beragam warna kulit. Secara luar biasa, bangsa ini bisa bersatu. Dipersatukan dalam jiwa dan pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD’45 dan NKRI yang menjadi kekuatan politik berbangsa dan bernegara membuat Indonesia berdiri kokoh dalam persatuan dan kesatuan bangsa dalam alam demokrasi.

Persatuan dan kesatuan bangsa dalam alam demokrasi menjadi warisan sangat berharga bagi keberlangsungan bangsa. Kemajemukan yang terdiri dari banyak Agama dan kepercayaan lokal yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghuchu beserta agama-agama lokal yang menjadi kepercayaan masyarakat sejak betibu-ribu tahun lamanya telah menjadi kenyataan sosial masyarakat Indonesia. Oleh sebab itulah, tidak boleh ada kelompok atau perseorangan dari warga bangsa ini yang boleh merusak sendi-sendi kebangsaan dengan dalil apa pun baik agama maupun politik.

Puluhan tahun sudah Indonesia berlangsung sebagai  bangsa yang besar menempatkan kehidupan beragama dengan menolak eksklusifisme mendorong inklusifisme. Dan, darinya diharapkan munculnya kerukunan antarumat beragama. Modal sosial (social capital) karakter bangsa yang sangat melekat dalam tradisi budaya bangsa yang secara natural menempatkan persaudaraan di atas segalanya.

Agama- agama di Nusantara sudah lama hidup dalam harmoni, artinya sama-sama tumbuh dan berkembang dalam mata rantai kehidupan, terhubung bersama-sama memberi kontribusi sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Agama sudah menjadi sumber inspirasi dan perekat yang mewarnai amal perbuatan kita yang ikut berkontribusi dalam mengakselerasi perjalanan bangsa ini menuju pemerintahan demokrasi.

Berbicara tentang demokrasi mengingatkan kita pada kota Athena, di Yunani sebagai tempat kelahiran demokrasi. Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan cratos (pemerintahan).  Prinsip dalam demokrasi adalah  pengakuan terhadap “kesetaraan”  (equality). Prinsip kesetaraan inilah yang paling membedakan demokrasi dari sistem-sistem lainnya. Dalam diskursus politik demokrasi itu berkembang cepat ke Eropa dan Amerika Serikat. Demokrasi paling ringkas dan terbaik disampaikan Abraham Lincoln melalui pidato di Gettysburg 1883, yakni “government of people, by people, for the people”  pemerintah berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Ketika Perancis berada di bawah bayang-bayang tirani atau sistem dinasti/ kerajaan, tercetuslah  ungkapan ” vox populi, vox Dei” (1709), merupakan slogan perjuangan politik menentang kedigdayaan Louis XIV, raja Perancis (1643-1715). Raja Perancis itu dengan jumawa berkata, L’ etat, c’est moi, Akulah Negara, apa yang dititahkan, itulah hukum. Atau “kekuasaan negara terpusat pada diriku”. Kehendak rakyat mengikuti kehendak raja. Dengan restu Agama, kehendak itu seolah kehendak Tuhan yang tidak boleh diganggu gugat.

Akhirnya, sejarah mencatat Revolusi Perancis (1789) mengakhiri absolutisme raja dan sistem pemerintahan dinasti. Ketika monarki jatuh, Perancis pun berevolusi menjadi negara demokrasi, berlandaskan kesetaraan, keadilan dan kehendak rayat. Keputusan dibuat bukan hanya oleh orang yang memimpin, melainkan secara bersama dengan orang yang dipimpin. Sejak itu pembatasan kekuasaan oleh Montesquieu dengan “Trias Politika” terlembaga dalam pemerintahan demokratis. (Bersambung)

Related post