Kasus Gagal Ginjal Akut Semakin Naik, Ini Kata Dirut RSCM

 Kasus Gagal Ginjal Akut Semakin Naik, Ini Kata Dirut RSCM

Dirut RSCM Angkat Bicara Soal Kasus Gagal Ginjal Aku Yang Semakin Naik

Kasus gangguan ginjal akut pada anak di Indonesia saat ini sudah tersebar di 20 provinsi. Dikutip dari laman setkab.go.id, kasus gagal ginjal akut yang dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 berjumlah 206 dengan angka kematian pasien sebanyak 99 anak.

Terkait kenaikan angka kasus tersebut, Direktur Utama RSCM dr. Lies Dina Liastuti, Sp. JP (K), MARS menyampaikan bahwa RSCM sedang berupaya menelusuri penyebab dari kenaikan kasus tersebut yang banyak diderita oleh anak-anak.

Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Kamis (20/10/2022), dr. Lies menyebutkan bahwa kasus ini adalah gangguan ginjal akut progresif atipikal (GgGAPA). Dikatakan demikian sebab akut dapat diartikan mendadak atau tiba-tiba, progresif adalah cepat sekali dan atipikal yang artinya tidak seperti biasa.

“Jadi berbeda dengan ada yang di buku secara tertulis. Kasus GgGAPA ini tidak seperti yang ada di textbook,” ungkapnya.

Press Conference Kasus RSCM 2022

Ia menuturkan bahwa ginjal adalah organ tubuh yang berfungsi untuk mengeluarkan sampah metabolisme tubuh lewat urine. Oleh sebab itu jika disebut gagal ginjal adalah ketika ginjal tidak mampu lagi untuk bekerja dan hal itu ditandai dengan penurunan pada fungsi filtrasi/ penyaringan ginjal.

Namun dari banyak kasus yang terdapat di RSCM sejak Agustus 2022, pasien dengan GgGAPA ditandai dengan riwayat demam, gejala saluran cerna, saluran pernafasan dan ketika datang ke RSCM sudah berada dalam kondisi tidak mengeluarkan urine (air kencing) lagi.

“Pasien anak yang sedang dirawat di RSCM paling muda berusia 8 bulan dan paling tua berusi 8 tahun, namun lebih didominasi balita,” kata dr. Lies.

Kondisi yang tidak biasa ini disebutkan dr. Lies sedang dalam tahap penelitian untuk menelusuri penyebab dari kenaikan kasus itu. Ia tidak mau menuduh penyebabnya adalah obat karena masih dalam tahap penelusuran. Namun belajar dari kasus di Gambia, maka perlu diperhatikan sebagai proses pembelajaran.

Untuk itu, dr. Lies menyampaikan terkait kasus ini, masyarakat perlu diberikan edukasi. Agar ketika anak demam, jangan langsung diberikan obat.

“Hindari pemberian obat secara langsung, fokuslah pada memenuhi kebutuhan cairan anak serta mengkompres. Kalau pun diberikan obat, haruslah sesuai dengan anjuran dokter,” kata dr. Lies.

Related post