ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERADILAN DI INDONESIA

 ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERADILAN DI INDONESIA

*Pdt. Dr. Marudut P. Silitonga, STh, SH, MH. (Pendeta HKBP dan Pemerhati Hukum)

Dalam suatu persidangan di peradilan diperlukan adanya pembuktian agar perkara yang disidangkan akan terang benderang dan hakim dapat memutuskan sesuai dengan fakta-fakta yang ada di persidangan. Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan, hal ini membuat pentingnya suatu pembuktian dalam menangani perkara di pengadilan. Para pihak yang berperkara harus dapat membuktikan hal yang diperkarakan di persidangan, mendalilkan atau membantah yang didalilkan oleh pihak yang berperkara. Eddy OS. Hiariej berpendapat bahwa definsi hukum pembuktian sebagai ketentuan-ketentuan mengenai pembuktian yang meliputi alat bukti, barang bukti,cara mengumpulkan dan memperoleh bukti sampai pada penyampaian bukti di pengadilan serta kekuatan pembuktian dan beban pembuktian (Eddy OS. Hiarej, 2012, hl. 5).

Di setiap hukum acara peradilan ada yang namanya alat bukti, hal mana untuk membuktikan kebenaran yang akan dibuktikan oleh para pihak yang bersengketa di peradilan. Dalam hukum acara pidana ada lima alat bukti yaitu : 1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa. Hal tersebut tertuang dalam pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Sementara untuk hukum acara perdata juga ada lima alat bukti yaitu : 1. Bukti tulisan; 2. Bukti dengan saksi; 3. Persangkaan; 4. Pengakuan; 5. Sumpah. Hal tersebut tertuang dalam pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pasal 164 HIR. Di dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara terdiri lima alat bukti yaitu : 1. Surat atau tulisan; 2. Keterangan ahli; 3. Keterangan saksi; 4. Pengakuan para pihak; 5. Pengetahuan Hakim. Hal ini tertuang di pasal 100 ayat (1) Undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Berbeda dengan peradilan yang lain, dalam peradilan Mahkamah Konstitusi mempunyai enam alat bukti dalam hukum acara Mahkmah Konstitusi yaitu : 1. Surat atau tulisan; 2. Keterangan saksi; 3. Keterangan ahli; 4. Keterangan para pihak; 5. Petunjuk; 6. Alat bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima,atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Hal tersebut tertuang dalam pasal 36 ayat (1) Undang-undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Dengan memakai alat bukti tersebut maka akan mengungkap perkara menjadi terang benderang dan bagaimana hakim membuat putusan berdasarkan fakta-fakta di persidangan. Alat bukti yang pertama merupakan kekuatan pembuktian yang utama dalam acara peradilan. Dalam hukum acara perdata, tata usaha negara, Mahkamah Konstitusi, surat merupakan unsur terpenting dalam pembuktian hukum acaranya. Berbeda dengan hukum acara pidana, alat bukti saksi merupakan yang unsur yang utama dalam pembuktian peradilan pidana.  Maka dalam mengajukan gugatan, permohonan, dakwaan dalam setiap peradilan harus ada minimal dua alat bukti sesuai dengan hukum acara peradilannya.

Related post