Sah-Nya Perkawinan Di Indonesia (2)

 Sah-Nya Perkawinan Di Indonesia (2)

*Pdt. Marudut Parulian Silitonga, STh., SH.,MH. (Pendeta HKBP dan Pemerhati Hukum)

Dalam sistem hukum di Indonesia mengakui keberadaan adanya tiga aspek hukum yaitu hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Ketiga aspek hukum ini sama derajatnya, tidak ada yang lebih tinggi dan juga tidak ada yang lebih rendah. Negara menghormati dan mengakui keberadaan hukum adat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang tertuang dalam pasal 18B ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 “Negara mengaku dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”. Masyarakat Indonesia yang majemuk dan memiliki adat istiadat di setiap suku  memiliki adat perkawinannya masing-masing. Kita ambil contoh dalam adat istiadat suku Batak, ikatan perkawinan sah bila telah melaksanakan adat kepada hulahula, dongan tubu, dan boru. Ikatan perkawinan sah bila telah menerima ulos dari keluarga pengantin perempuan di hadapan hulahula, dongan tubu dan boru yang melaksanakan adat tersebut. Sementara di suku yang lain akan memiliki kekhasannya masing-masing dalam penetapan adat perkawinannya. Inilah kekayaan budaya yang ada di Indonesia yang merupakan anugerah dari Tuhan.

Negara Indonesia mengakui suatu perkawinan bila telah dilakukan sesuai dengan hukum agama, hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Pencatatan perkawinan baru dapat dilaksanakan bila telah disahkan menurut hukum agama yang dipercayai oleh pemohon pencatatan perkawinan. Lembaga agama tersebut membuat surat keterangan perkawinan sebagai bukti syarat untuk memohon pencatatan perkawinan  ke lembaga pemerintah. Ini berarti bahwa pemerintah mengakui hukum agama yang diakui di Indonesia. Namun pemerintah saat ini belum mengakui perkawinan adat sebagai syarat untuk pencatatan perkawinan di negara. Belum adanya payung hukum untuk pengakuan tersebut dan juga lembaga-lembaga adat belum memiliki fungsi legalitas untuk menentukan sahnya suatu perkawinan.

Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa di Indonesia legalitas suatu perkawinan terdiri dari hukum agama, hukum adat dan hukum negara. Tuhan Yesus berkata “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Mat. 19: 6). Dengan demikian bahwa perkawinan itu adalah peran Allah yang  mempersatukan pasangan untuk membentuk rumah tangga.

Stella Pardede

Related post