Memperkuat Komunikasi  Menjalin Hubungan Dengan Tuhan Dan  Sesama (Bagian 3)

 Memperkuat Komunikasi  Menjalin Hubungan Dengan Tuhan Dan  Sesama (Bagian 3)

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit

Komunikasi yang Mencerahkan

Format dalam mengenali identitas persatuan bangsa  terus diperbarui sehingga menjadi kekuatan kita melalui ekosistem komunikasi yang mencerahkan. Bertemu dan berinteraksi dengan semua orang tidak bisa dihindarkan selama kita hidup. Karena itu,komunikasi menjadi pintu masuk untuk menumbuhkan kecintaan kepada Tanah Air, itu baik (berguna, dan bernilai) adanya. Apalagi untuk Indonesia yang di dominasi laut merupakan negara kepulauan yang mengemuka dalam Wawasan Nusantara. Konsep Wawasan Nusantara, yang diperkenalkan oleh Mochtar Kusumaatmaja yang memandang Indonesia sebagai negara kesatuan wilayah bangsa Indonesia dan negara secara utuh, darat dan lautnya tidak terpisah. Di deklarasikan dan disahkan di Montego Bay, Jamaica Desember 1982 oleh UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut). Deklarasi ini sebagai motivasi pendorong lahirnya  pembangunan proyek Base Transceiver Station (BTS)-4G Publik di Indonesia menyambut kehadiran teknologi menara BTS ini,karena pada ujungnya  memudahkan pelayanan digital bagi masyarakat yang diharapkan berkontribusi positif terhadap kemajuan bangsa. Artinya,kekuatan  teknologi komunikasi  berakselerasi dengan kemajuan kompetensi literasi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang mendorong kaum generasi muda lebih kreatif, inovatif, dan produktif di masa digitalisasi yang merambah ke segala sektor kehidupan. Sebab, mereka yang memiliki komunikasi yang terbatas, sulit membina hubungan lebih baik dengan orang lain. Ikhtiar dan optimisme menghadapi tantangan ini yakni dengan mempercepat pembangunan menara BTS-4 G menjadi fokus.

Namun, publik tercengang ketika proyek pembangunan menara BTS-4G dengan nilai proyek Rp 10 trilliun, kerugian negara -menurut BPKP- mencapai Rp 8 trilliun yang menjadikan Menkominfo Johnny G Plate yang juga Sekjen Partai Nasdem menjadi tersangka. Jika benar dana Rp 8 trilliun dinikmati elite politik yang tamak  untuk menumpuk kekayaan pribadi dan mengorbankan hajat hidup orang banyak. Dalam menjalani kehidupan ini, nasihat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi patut kita renungkan, “Karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar” (Filipi 2: 12c).

Profesionalisme menuntut perencanaan, panduan, dan pengawasan berisikan  do’s  and dont’s serta  menjadi pedoman dan perilaku setiap insan dalam memaknai nilai-nilai korporasi selaras dengan profesionalitas dan mempraktikkannya. Butuh regulasi dan peran sejumlah pihak guna mencegah keterpurukan moralitas yang mendera. Apalagi dalam kaitannya dengan SDM kita, kekhawatiran masih membayangi lubuk hati kita tentang pembangunan karakter dan akhlak mulia  anak-anak negeri ini. Bukankah, potensi korupsi bisa dipersempit  dengan panduan dan ruang pengawasan yang lebar? 

Dalam situasi seperti ini,bangsa ini membutuhkan transformasi pendidikan, pembangunan karakter dan  moralitas yang punya “rasa malu” melakukan korupsi/ penyimpangan. Bangsa ini lemah secara moral, permisif terhadap berbagai penyimpangan dan tidak punya rasa malu meski telah melakukan korupsi. Kita kehilangan motivasi karena kita kehilangan perspektif tentang pentingnya moralitas dalam bidang pekerjaan. Tentu nilai utamanya tidak terlepas dari nilai-nilai pengawasan korporasi yang tidak profesional, serta lemahnya aspek spritual yang mengagungkan moral dan akhlak mulia dalam bergaul  dengan Tuhan. Kodrat manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan dasar  untuk berhubungan dan hidup bersama dengan orang lain memerlukan  komunikasi yang intens. Pemerintah dapat melakukan perbaikan dengan meningkatkan komunikasi dengan Kepala Daerah diantaranya penerapan sistem pengawasan berbasis digital atau elektronik untuk mempersempit potensi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Disamping motivasi pengawasan yang sering turun ke lapangan berbasis aturan tetap menjadi fondasi yang kokoh dan kondusif demi terbangunnya kolaborasi dan energi seluruh elemen bangsa. Kita tidak dapat memerintahkan kegelapan untuk pergi, melainkan kita harus menyalakan terang sehingga dengan sendirinya kegelapan itu pasti pergi. Falsafah yang sarat dengan muatan nilai-nilai integritas, profesionalitas ataupun tanggung jawab terhadap sesama menjadi sandaran komunikasi yang mencerahkan.

Sejatinya, transformasi pendidikan menjadi tumpuan harapan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 merupakan hak dasar bagi semua warga negara, dan bukan hak istimewa bagi sekelompok masyarakat. Membaca, menulis, riset memberikan sinar bagi dunia literasi yang masih redup sekaligus agar kita terhindar dari kedangkalan berpikir.   Pelayanan pendidikan berkualitas harus _terhubung_ atau dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, bahkan untuk yang berada di daerah tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau terdepan sekalipun. Komunikasi yang mencerahkan dapat membangkitkan keindonesiaan yang lebih baik,serta tanggung jawab menumbuhkan landasan yang kuat hubungan interpersonal tanpa sekalipun melupakan kalangan yang terpinggirkan. Dampak kekuatan dimensi komunikasi yang mencerahkan itu sebagai sarana untuk melakukan transformasi diri menjadi pribadi-pribadi yg berakhlak mulia yang mempresentasikan sifat-sifat Tuhan di dunia dan memperkuat iman kita dalam menjalani kehidupan.

(Selesai)

Related post