Dari Masyarakat Gotongroyong Menjadi Bangsa Indonesia

 Dari Masyarakat Gotongroyong Menjadi Bangsa Indonesia

Penulis : Merphin Panjaitan (Tokoh Oikumene dan Pemerhati Sosial)

Perjumpaan Dengan Peradaban Barat.

 Perjumpaan dengan Peradaban Barat diawali dengan perdagangan, berlanjut ke penjajahan dan Pekabaran Injil. Pada masa modern awal (Early Modern Period), bangsa-bangsa Barat mulai memasuki Asia. Kegiatan perdagangan yang pada mulanya terbatas di Laut Tengah, mulai berubah ketika bangsa Portugis  mengembangkan teknologi maritim. Kapal layar yang tadinya digunakan untuk pelayaran sekitar Laut Tengah diperbarui menjadi caravel dengan dua atau tiga tiang layar, agar dapat digunakan untuk pelayaran lintas benua. Bangsa Portugis menyadari bahwa kekayaan alam Afrika (terutama emas) dan Asia (terutama rempah-rempah) dapat mendatangkan keuntungan besar; Portugis tidak lama berkuasa di Nusantara karena kalah bersaing dengan Belanda. 

 VOC dinyatakan bangkrut tahun 1799, dan sejak itu kekuasaannya di ambil-alih oleh Kerajaan Belanda. Pada waktu itu belum semua daerah di Nusantara dikuasai oleh Belanda. Perlawanan bersenjata secara tradisional timbul hampir di seluruh Indonesia, tetapi Belanda dapat memadamkannya dengan kekuatan militer berteknologi perang modern. Minangkabau dikuasai Belanda setelah Perang Padri berakhir tahun 1837; tanah Batak yang mulai dimasuki tahun 1841, dan dikuasai setelah menaklukkan orang Batak Toba tahun 1883; Lombok mulai dimasuki 1843, dan dikuasai setelah perang sengit  tahun 1894; Bali dimasuki tahun 1814, dan dikuasai setelah pertempuran di Badung tahun 1906; dan Aceh dapat dikuasai Belanda setelah menyelesaikan perang selama 30 tahun, dari tahun 1873 hingga 1903.

Perjumpaan masyarakat gotongroyong dengan Peradaban Barat, terjadi dalam dua bentuk yang berbeda. Pertama, dalam bentuk perdagangan rempah-rempah; kemudian secara bertahap berubah menjadi penjajahan, dan berlangsung ratusan tahun. Penjajahan ini menimbulkan banyak penderitaan di kalangan masyarakat luas, tetapi juga menghasilkan kemajuan ilmu, teknologi dan seni. Banyak orang Indonesia menjadi pintar, seperti R.A. Kartini, Sukarno, Hatta dan Supomo. Kaum Pergerakan Nasional mengintegrasikan cara hidup Gotongroyong masyarakat Nusantara dengan ideologi Nasionalisme dari Barat, dan menghasilkan kesadaran bersama, bahwa masyarakat Nusantara adalah satu bangsa, yaitu Bangsa Indonesia, dan berhak menjadi bangsa merdeka, dan mendirikan satu negara berdaulat. Lagu kebangsaan Indonesia Raya, gubahan W.R. Supratman, adalah jiwa dan semangat Indonesia yang dijalin dengan musik  Barat. Kedua, dalam bentuk Pekabaran Injil di berbagai daerah pedalaman, berlangsung ratusan tahun, dengan berbagai bentuk kegiatan, antara lain, pengajaran agama, pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Pekabaran Injil menghasilkan kemajuan pendidikan, pekerjaan dan kehidupan masyarakat setempat, dan sebagian warga masyarakat Indonesia menjadi penganut agama Kristen Protestan dan Katolik. Semua kemajuan tadi, apakah kemajuan akibat efek samping penjajahan, maupun kemajuan sebagai hasil langsung Pekabaran Injil, dan berbagai kemajuan lainnya, berintegrasi menjadi satu kekuatan, yaitu kekuatan nasional Indonesia. Para Pekabar Injil dari Eropa datang ke Indonesia, ikut serta dalam kapal-kapal dagang. Dimulai pada akhir abad ke-15 oleh Spanyol dan Portugis, dan kemudian diikuti oleh Belanda, Inggris, Prancis dll. Tahun 1546-1547 Fransiskus Xaverius bekerja di Maluku. Tahun 1561 NTT menjadi daerah misi Ordo Dominikan.

 Tahun 1605 Benteng Portugis di  Ambon diserahkan kepada VOC, dan warga Katolik dijadikan Protestan. Tahun 1666 VOC membangun benteng di Menado, warga Katolik menjadi Protestan.  Tahun 1823 Joseph Kam mengunjungi Maluku Selatan. Tahun 1831 Zending menetap di Minahasa, dan tahun 1836 Zending menetap di Kalimantan. Tahun 1843 sejumlah orang Jawa dibaptis di GPI Surabaya. Tahun 1845: Mojowarno didirikan. Tahun 1861 babtisan pertama di Tapanuli Selatan. Tahun 1862 Nommensen tiba di Sumatera. Tahun 1865 RMG mulai bekerja di Nias. Tahun 1866 UZV mulai bekerja di Bali dan Halmahera. Tahun 1890 NZG mulai bekerja di Tanah Karo. Tahun 1901 RMG mulai bekerja di Mentawai. Tahun 1927 Huria Christen Batak, yang kemudian berubah menjadi Huria Kristen Indonesia (HKI) berdiri, 1931 GKJ dan GKJW mandiri, 1933 KGPM berdiri, 1934 GMIM, GKP, dan GKI Jatim mandiri, 1935 GPM dan GKE mandiri. Juli 1940 HKBP mengadakan “Sinode Kemerdekaan” dan memilih Pendeta K.Sirait menjadi Ephorus yang pertama dari suku Batak, 1947, GMIT, GKS, GMIST, GT, dan GKST mandiri, dan 1948 pembentukan GPIB.  Pada 25 Mei 1950 Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), yang kemudian berubah menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI),  didirikan.

Pada 1860 Kristen Protestan di Indonesia kurang dari 1 %, 1938 sekitar 2,5 %, dan 2020 sekitar 10 %. Fakta di  atas memperlihatkan bahwa kehadiran gereja-gereja di Indonesia adalah hasil kerja para Penginjil yang diutus oleh berbagai lembaga penginjilan di Eropa, yang dipercayai sebagai bagian dari rencana dan kerja Tuhan, seperti yang disaksikan dalam Perjanjian Baru. Gereja bertugas menjalankan Pekabaran Injil, dan sebaliknya Pekabaran Injil mendirikan gereja. Selanjutnya di masa mendatang, kehadiran gereja di muka bumi ini akan banyak ditentukan oleh kerja keras gereja dalam menjalankan Pekabaran Injil ke semua tempat dan di segala waktu, termasuk di Indonesia.

Fakta di  atas memperlihatkan bahwa kehadiran gereja-gereja di Indonesia adalah hasil kerja para Penginjil yang diutus oleh berbagai lembaga penginjilan di Eropa dan Penginjil Lokal, seperti Tunggul Wulung, yang adalah berkat Tuhan untuk Indonesia. Pekabaran Injil di Indonesia telah berlangsung selama berabad-abad, dan hasilnya jutaan warga gereja yang berhimpun dalam ratusan organisasi gereja, tersebar di seluruh Indonesia. Kemajuan ini adalah berkat Tuhan untuk Indonesia, bangsa merdeka yang berhasil mendirikan negara-bangsa Republik Indonesia, suatu negara besar di Asia Tenggara. Negara-bangsa yang demokratis, yang menghormati hak-hak asasi manusia, termasuk hak kebebasan beragama. Warga masyarakat Indonesia banyak yang menjadi pengikut Yesus Kristus, pada awalnya terutama warga masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman, yang jauh dari pusat-pusat peradaban, dan dari sana menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Pemahaman Bersama Iman Kristen Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia pasal 20 menyatakan bahwa Tuhan sendiri menempatkan Gereja di Indonesia untuk melaksanakan tugas panggilannya di tengah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdaulat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang diyakini sebagai anugerah Tuhan. Kehadiran gereja-gereja di Indonesia merupakan pengutusan Tuhan sendiri agar gereja-gereja secara aktif mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan di Indonesia.

 Abad ke-19 dapat disebut sebagai Abad Sekularisasi sekaligus Abad Zending;  sekularisasi mengakibatkan kemunduran agama Kristen di Eropa; Zending mengalami kemajuan di benua lain. Pada masa itu di Eropa, Pencerahan berkembang bersamaan dengan bergeraknya Pietisme; Pencerahan mendorong sekularisasi, dan kaum Pietis pergi ke berbagai benua lain termasuk ke Indonesia, menjalankan Pekabaran Injil; hasilnya,  pada masa kini gedung gereja di Eropa banyak yang sepi, sementara di Indonesia gedung gereja bertambah banyak. Dan masih banyak lagi warga gereja yang belum bisa membangun gedung gerejanya karena belum mendapat IMB rumah ibadah.

Related post