MENANTI UJUNG LANGKAH MENGATASI DEFISIT BERAS (BAGIAN 3)

 MENANTI UJUNG LANGKAH MENGATASI DEFISIT BERAS (BAGIAN 3)

Penulis: Drs. Tumpal Siagian. Warga HKBP Duren Sawit

Revitalisasi pertanian selaras pelestarian Ekosistem

Ketika menempatkan manusia di dunia, Allah memberi keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan alam ini (Kejadian 1:26-31). Alam semesta sebagai anugerah karena Allah sendiri menginginkan manusia dengan keturunannya agar hidup sejahtera. Bukankah Allah sendiri berkata kepada manusia, “Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej.1:28)
Segala yang diciptakan Allah sungguh amat baik. Kuasa yang diberikan Allah kepada manusia bukanlah melakukan tindakan yang semena-mena terhadap bumi dan segala isinya, tetapi harus tunduk pada ketetapan Allah.

Perintah Allah agar senantiasau menjaga kebaikan bumi dan segala isinya yang merupakan konsep ekosistem lingkungan hidup bagi semua ciptaannya. Iman Kristen tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dengan sesama makhluk, termasuk lingkungan hidupnya. Hal itu didasari kesaksian Alkitab, “pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej 1:1). Allah menyatakan diri dan kehendak-Nya melalui semesta ciptaan-Nya.
Pada Mazmur 8: 4-10, disana ditekankan untuk melestarikan ciptaan Allah supaya manusia itu dapat bekerja, sehat, dan sejahtera. Pemanfaatan sumber daya alam didasarkan pada kebutuhan hidup berkelanjutan. Bumi dan segala isinya harus ditempatkan dalam perannya sebagai mitra kehidupan manusia dan rumah bagi semua makhluk. Tindakan-tindakan yang eksploitatif yang kurang memperhatikan keseimbangan ekosistem dan sikap destruktif (penghancuran) harus dihentikan.

Demikian pulalah dengan negara kita Indonesia,bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia sesuai amanat UUD 1945 diselenggarakan berdasarkan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Artinya, dalam setiap aspek pembangunan perlu dilakukan pertimbangan kelestarian lingkungan mengingat adanya kesatuan ruang yang saling mempengaruhi dan memiliki keseimbangan. Bumi yang sudah tua ini telah mengalami pengrusakan yang hebat dimana-mana.

Sebab itu, seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) berjewajiban melakukan perlindungan dan pengelolaan hidup dalam setiap aspek kehidupan. Tampak jelas bahwa kebutuhan manusia satu sama lain merupakan suatu kesatuan yang saling berinteraksi dan mempengaruhi. Dalam posisi ini, tentunya Indonesia memiliki sumber daya alam yang luar biasa seperti pertanian, peternakan,hutan tropis, tambang, minyak dan gas, hasil laut dan dan keanekaragaman hayati lainnya. Artinya, ketersediaan sumber daya alam yang berlimpah ini bilamana dikelola dengan baik dan berkelanjutan akan membawa kemakmuran dan kesejahteraan. Sebaliknya, bilamana tidak dikelola dengan baik akan membawa masyarakat pada kemiskinan dan bencana.

Ambil contoh saja pada apa yang terjadi di hutan tropis Indonesia. Semula, Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan tropis terluas di dunia, namun luasan hutan Indonesia terus menyusut akibat deforetasi.

Menurut laporan Global Forest Watch,World Resources Institute (GFW, WRI), wadah pemikir lingkungan hidup di Washington DC, Amerika Serikat; pada 2001 Indonesia memiliki 93,8 juta hektar hutan primer, mencakup lebih dari 50 persen wilayah daratnya. Dari tahun 2002 sampai 2023, Indonesia kehilangan 10,5 juta hektar hutan primer basah, menymbang 35 persen dari total kehilangan tutupan pohon dalam periode yang sama. Area total hutan primer basah di Indonesia berkurang 11 persen dalam periode waktu ini.

Indonesia mengalami peningkatan kehilangan hutan primer sebesar 27 persen pada 2023 yang merupakan tahun El Nino. Total hutan primer yang hilang pada 2023 seluas 292.000 hektar.
Menurut analisis GFW, sebagian besar kehilangan hutan primer di Indonesia berada di dalam wilayah yang diklasifikasikan sebagai hutan sekunder dan tutupan lahan lainnya, misalnya pertanian lahan kering campuran, tanaman perkebunan, dan hutan tanaman perdu. Menurut laporan tersebut, dari tahun 2001 sampai 2022, Indonesia kehilangan 2, 87 juta hektar tutupan pohon akibat kebakaran dan 26,6 juta dari semua pendorong kehilangan lainnya.

Tahun dengan kehilangan tutupan pohon terbanyak akibat kebakaran pada periode ini adalah tahun 2016 dengan 729.000 hektar hilang akibat kebakaran, sekitar 30 persen dari semua kehilangan tutupan pohon pada tahun tersebut.
Semuanya itu berdampak pada penyebab terjadinya bencana banjir bandang yang mengancam ribuan hektar lumbung padi terancam gagal panen.

Untuk itu, revitalisasi pertanian selaras pelestarian ekosistem dengan penuh tanggung jawab (responsibility) secara lestari dan berkelanjutan (conservation and suistainability) secara serasi dan seimbang (harmony and equilibrium) terpadu (integration) penuh manfaat (benefit) penuh kehati-hatian (prudence) serta berkeadilan (justice) serta turut menjamin terpenuhinya kesejahteraan generasi masa kini dan generasi masa depan dalam menikmati sumber daya alam ciptaan Tuhan ini.

Kita pun menanti ujung langkah mengatasi defisit beras ke arah suplus beras sangat tergantung ke arah mana pemerintah berpihak. Kita harus ingat bahwa beras tidak hanya komoditas ekonomi, tetapi juga warisan budaya leluhur dan faktor penting dalam menjaga keberlanjutan kehidupan.

Untuk memastikan terlaksananya lumbung padi sejumlah reforma Agraria harus dilakukan dengan cermat dan tepat sasaran. Merupakan kewajiban setiap rezim yang berkuasa di Indonesia memiliki komitmen yang jelas dan tegas pemanfaatan Anggaran Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui ketahanan pangan termasuk memaknai food estate secara hakiki menjadi lumbung pangan di berbagai daerah. Tidak seperti nyinyiran banyak orang selama ini tentang food estate gagal yang menyebut, “tanam singkong, panen jagung” hanyalah labirin yang ruwet atau fatamorgana yang kosong dan menipu. Tetapi, food estate yang memahami ketahanan pangan yang berkembang dan maju.

Pembangunan desa agraris yang menyentuh masyarakat petani bahwa lumbung padi untuk kemakmuran bersama. Menjadi cakrawala baru sehingga hasilnya mendorong ekonomi petaninya memberikan perubahan fundamental dalam mengatasi kemiskinan perdesaan.

Bilamana mentalitas kepetanian yang sejati tidak segera dibangkitkan, maka lumbung-lumbung padi di seantero negeri bakal roboh dan ketahanan pangan kita akan semakin bergantung pada beras impor dari luar negeri. (Tamat)

Related post