Release Seminar:”Selamatkan Tano Batak, Lestarikan Danau Toba”

 Release Seminar:”Selamatkan Tano Batak, Lestarikan Danau Toba”

Release Seminar:”Selamatkan Tano Batak, Lestarikan Danau Toba”

(Jakarta, 19/07/2025)  Panitia Doa Bersama, sesuai SK Ephorus HKBP, tertanggal 11 Juni 2025, dengan tema merawat lingkungan hidup, yang di ketua oleh St. Dr. Leo Hutagalung dan Sekretaris Umum Pdt. Adven Leonard Nababan D.Min  bersama beberapa organisasi masyarakat sipil menyelenggarakan seminar pertama “Selamatkan Tano Batak, Lestarikan Danau Toba”, bertempat di HKBP Sudirman Jakarta Selatan, dihadiri 166 orang.

Foto Bersama panitia dan peserta seminar.
Kata Sambutan Ketua St. Leo Hutagalung.

Seminar ini diawali dengan ibadah yang dipimpin oleh Pdt. Sobok Simanjuntak, STh. MM. Kegiatan ini merupakan agenda pembuka sebagai dukungan pernyataan Sikap HKBP yang diutarakan oleh Ephorus HKBP Pdt Dr. Victor Tinambunan, M.ST di tingkat Nasional, yakni Penutupan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) di Jakarta atas operasinya telah merampas tanah Masyarakat Batak, merusak lingkungan, dan berbagai pelanggaran HAM lainnya. 

Ibadah yang dipimpin oleh Pdt. Sobok Simanjuntak, STh. MM.

“Operasi TPL sejak awal menuai penolakan dari masyarakat sampai pemerintah,” tutur Rocky Pasaribu, Direktur KSPPM ketika membuka pemaparan dalam diskusi. 

Rocky menuturkan, “pada tahun 1980-an setidaknya terdapat 3 Menteri yang menolak pemberian izin HTI pada PT. TPL (sebelumnya bernama PT. INRU), yakni Emil Salim (Menteri Lingkungan Hidup) bersama A.R Soehoed (Menteri Perindustrian) dan Soeryono Sasrodarsono (Menteri Pekerjaan Umum).” 

Narasumber Rocky Suriadi Pasaribu (Dampak Keberadaan TPL).

Penolakan ini bukan tanpa sebab. Selain karena akan merampas tanah Masyarakat Batak, lokasi operasi PT. TPL merupakan hulu Sungai Asahan yang akan berdampak pada lingkungan, hingga ke daerah hilir yang lebih luas. Hal ini juga akan berdampak pada DAM Siruar, Sigura-gura, dan Tangga yang menjadi salah satu penyedia listrik bagi masyarakat. Temuan selanjutnya adalah ketiadaan AMDAL PT. TPL sebelum menjalankan operasinya, yang melanggar ketentuan hukum.

Pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) ini terus berlanjut. “Kurung 29 tahun terakhir (1992-2021), PT. TPL beroperasi secara ilegal di lahan seluas 33.458,59 hektar, yang merusak hutan-hutan di Toba,” tutur Rocky, mengurai temuan KSPPM. 

“Operasi illegal ini menyebabkan konflik dengan 23 komunitas Masyarakat Adat, karena tumpang tindih dengan wilayah adat. Masyarakat Adat yang mempertahankan hak atas tanahnya direpresi oleh PT. TPL,” tambah Rocky.

Narasumber Rocky Suriadi Pasaribu

Temuan KSPPM menunjukkan setidaknya terdapat 260 orang dikriminalisasi, 208 orang dianiaya, 2 orang meninggal karena mempertahankan tanahnya. Selain itu, terdapat 33 orang yang meninggal dalam bencana ekologis akibat operasi PT. TPL. 

Temuan ini diperkuat oleh Adrian Rusmana, salah satu ekonomi Indonesia. “Operasi TPL, yang merupakan bagian dari Royal Eagle Group, di seluas lebih dari 167 ribu hektar telah menyebabkan kerusakan daerah aliran sungai, memperburuk risiko erosi, kekeringan, dan kerusakan biodiversitas,” katanya.

“Ini bertentangan dengan prinsip Environmental Social Governance (ESG) yang menjadi landasan perusahaan dalam beroperasi,” tambahnya.

Adrian menambahkan bahwa harus segera ada evaluasi dalam operasi yang dilakukan PT. TPL, utamanya dampak sosial dan lingkungan. Sebab operasi TPL ternyata tidak sehat bagi internal perusahaan maupun eksternal. “Di internal, saham semakin lesu yang akan berkonsekuensi pada investor, serta banyak temuan pelanggaran hak-hak pekerja TPL,” katanya.

Narasumber Adrian Rusmana, ekonomi Korporasi.

Selain operasi PT. TPL, kawasan Danau Toba juga ditetapkan sebagai Geopark, yang menambah krisis berlapis pada Masyarakat Batak. “Keberadaan Geopark seharusnya mampu menjadi jalan keluar dalam pengelolaan lingkungan Kawasan Toba, dan berdampak pada perbaikan ekonomi masyarakat sekitar,” kata Togu Santoso Pardede, Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas.

Narasumber Togu Santoso Pardede ST,MIDS (BAPENAS).

Agenda ini diinisiasi Gereja HKBP bersama Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK), dan Yayasan Forum Adil Sejahtera (YFAS).

Sesi Tanya Jawab
Sesi Tanya Jawab
Panitia Menyematkan Ulos kepada Pemateri.

    Related post