PEMBACAAN TUNTUTAN

 PEMBACAAN TUNTUTAN

*Pdt. Marudut Parulian Silitonga, STh., SH.,MH. (Pendeta HKBP dan Pemerhati Hukum)

Belakangan ini kita di ramaikan oleh pembacaan tuntutan  yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang peradilan pidana yang terbuka untuk umum dan disiarkan langsung beberapa media televisi. Banyak para ahli memberi tanggapan atas tuntutan yang diberikan kepada terdakwa oleh JPU. Begitu juga respon masyarakat terhadap tuntutan yang diberikan oleh para terdakwa, ada yang mengatakan terlalu ringan dan ada yang mengatakan terlalu berat. Bahkan ada yang menangis setelah JPU membaca tuntutannya, karena dianggap mencederai rasa keadilan masyarakat (sosio justice). Masyarakat yang pro dengan terdakwa marah atas tuntutan yang dibacakan JPU, mereka mengganggap bahwa tuntutan inilah putusan hukuman kepada terdakwa. Namun dari pihak penuntut umum mengatakan, bahwa tuntutan itu sudah memenuhi norma hukum yang berlaku (legal justice), dan memenuhi rasa keadilan.

Perlu kita ketahui bahwa agenda pembacaan tuntutan merupakan salah satu agenda dalam hukum acara pidana yang berlaku di peradilan pidana. Tuntutan dibacakan setelah pemeriksaan pembuktian yang sesuai dengan beberapa alat bukti yaitu : 1. Keterangan saksi, 2. Keterangan Ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa (lih. Pasal 184 ayat (1) KUHAP). Bila JPU dalam pertimbangannya bahwa terdakwa telah memenuhi unsur yang didakwakan di awal persidangan, maka pasal yang dituntut juga sama dengan pasal yang dituntut kepada terdakwa. Bila pasal dakwaan primer telah terpenuhi, maka dakwaan subsider akan dikesampingkan. Sebaliknya juga demikian, bila dakwaan primer tidak terpenuhi, maka dipakai dakwaan subsider. Namun bila JPU merasa dakwaan primer dan subsider tidak memenuhi unsur, maka tuntutan yang diberikan adalah bebas untuk terdakwa, namun dalam  hal ini hampir jarang terjadi di saat pembacaan tuntutan. Tuntutan yang dibacakan oleh JPU dalam hal pemidanaan sesuai dengan pidana yang tertuang dalam Undang-undang yang berlaku di negara Republik Indonesia. Dalam KUHP ada dua jenis pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari : pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan (pasal 10 huruf a KUHP). Pidana tambahan yaitu pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan hakim (pasal 10 huruf b KUHP).

Perlu di ingat, pembacaan tuntutan bukanlah akhir dari agenda persidangan karena masih ada acara pembacaan pembelaan terdakwa (pledoi) langsung oleh terdakwa dan/atau penasihat hukum terdakwa, kemudian duplik oleh JPU dan yang terakhir adalah putusan hakim. Dalam hal putusannya, hakim dapat menimbang tuntutan JPU, namun juga dapat menolak tuntutan yang dibacakan oleh JPU. Pun setelah putusan hakim dibacakan, masih ada upaya hukum yang dilakukan para pihak yang berperkara yaitu banding, kasasi, serta upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali.

Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak (Amsal 15:22).

Related post