Audi Et Alteram Partem

 Audi Et Alteram Partem

Penulis : Pdt. Marudut Parulian Silitonga, STh., SH.,MH. (Pendeta HKBP dan Pemerhati Hukum)

Audi Et Alteram Partem

Adagium Audi et alteram partem mengandung arti bahwa hakim harus mendengar para pihak yang bersengketa, bukan satu pihak saja. Para pihak yang bersengketa mencari keadilan atas hal yang disengketakan membawa hal tersebut ke lembaga peradilan untuk mencari keadilan. Dan untuk menengahi para pihak yang bersengketa maka disinilah peran hakim untuk mendengar keduabelah pihak mengutarakan dalilnya masing-masing. Dalam hukum acara pidana, terdakwa diberi kesempatan untuk membela dirinya dari dakwaan penuntut umum. Bahkan seorang tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal 52 KUHAP). Dengan kata lain seorang terdakwa diberi hak ingkar atas sangkaan atau dakwaan oleh penyidik maupun penuntut umum. Kenapa hak ini berikan kepada tersangka atau terdakwa? Karena bisa saja pihak penyelidik salah tangkap atau penuntut umum dalam memberi dakwaan kepada orang yang tidak patut di dakwa. Hal ini diperkuat dalam konstitusi negara kita di pasal 28D ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

Dalam peradilan perdata, pihak yang bersengkta dapat memberikan dalil yang digugat, dan pihak yang digugat (tergugat) dapat membantah dalil yang dibuat oleh penggugat. Walaupun dalam sistem peradilan Indonesia menganut asas cepat, sederhana dan berbiaya murah, tidak mengenyampingkan rasa keadilan oleh pihak yang bersengketa. Peradilan cepat tidak berarti tergesa-gesa dan mengabaikan hak-hak dari pihak yang bersengketa.

Hakim sebagai pengadil atas pihak yang bersengketa harus berdiri diantara kedua belah pihak, tidak hanya mendengar satu pihak saja. Hakim dalam hal ini mencari kebenaran hakiki berdasarkan yang diyakininya melalui pembuktian dari pihak yang bersengketa.  Seperti Raja Salomo yang mengadili dua ibu yang merebut seorang bayi yang mengaku anaknya. Dia mendengar kedua belah pihak yang berperkara, Dari mendengar dan memperhatikan pihak berperkara maka dia mengambil sikap yang bijak untuk membuat putusan yang adil. Andai dia hanya mendengar satu pihak saja, mungkin si bayi akan diasuh oleh orang yang salah dan merugikan perkembangan pribadi si bayi tersebut. tetapi berdasarkan hikmat dari Allah, dia dapat membuat putusan yang adil dan bijaksana (lih. 1 Raja-raja 3:16-27).

Dalam sistem tata negara modern, kekuasaan pengadil (yudikatif) diberikan kepada kekuasaan kehakiman. Tuhan memberi dua telinga kepada manusia (baca: hakim), yang mempunyai makna bahwa dia harus mendengar dari dua sisi (para pihak yang bersengketa). Maka hakim yang mengadili pihak yang bersengketa harus berkarakter bijaksana, karena dia adalah wakil Allah untuk mengadili pihak yang berpekara di dunia ini.

Ketika seluruh orang Israel mendengar keputusan hukum yang diberikan raja, maka takutlah mereka kepada raja, sebab mereka melihat, bahwa hikmat dari pada Allah ada dalam hatinya untuk melakukan keadilan” (1 Raja-raja 3:28).

Related post